SOLUSI SAKIT MAAG

Blog pengalaman sembuh sakit maag kronis | obat alami sakit maag | makanan sakit maag | cara sembuh sakit maag | pantangan sakit maag

http://solusi-sakit-maag.blogspot.com/2014/07/resensi-buku-rahasia-sembuh-sakit-maag.html

Mengenang RA.Kartini

Bismillahirrahmanirrahiim…

Puji dan syukur hanya kepada Allah Pemilik Seluruh Nikmat. Shalawat dan salam yang setulus-tulusnya semoga senantiasa tercurah atas Nabi Agung Muhammad Rasulullah SAW, bagi keluarga dan sahabatnya yang mulia serta para pengikutnya yang setia sampai akhir jaman.

Wahai Sesamaku, Kaum Perempuan Indonesia, Yang Berbahagia.

Pagi ini adalah tanggal 21 April. Hari yang dikenang oleh seluruh Bangsa Indonesia sebagai HARI KARTINI. Hari penting. Hari yang mempunyai nilai fenomenal. Yang akan selalu dikenang. Khususnya oleh kaum perempuan Indonesia. 

Hari dimana seorang perempuan bangsawan yang masih muda, bernama R.A.Kartini dilahirkan di Desa Mayong, Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879. Yang kemudian hari telah menancapkan tonggak sejarah, mengukir tinta emas bagi emansipasi wanita Indonesia. Dari kungkungan belenggu feodalisme. Oleh karena itulah tanggal 21 April diperingati oleh seluruh Bangsa Indonesia khususnya kaum ibu, sebagai Hari Kartini.

Kita wajib bersyukur kepada Allah SWT, yang telah memberi kepada  Indonesia seorang RA.Kartini, sehingga kami kaum perempuan Indonesia bisa membaca, menulis, berhitung dan berwawasan luas sebagaimana laki-laki. Bisa membaca terjemahan dan tafsir Al Qur’an dan terjemahannya. 

Saya tak bisa membayangkan jika Indonesia tak melahirkan seorang RA.Kartini. Bagaimana kita, perempuan Indonesia, akan bisa memahami kandungan dan isi dari Al Qur’an ? jika membaca latin saja tak bisa ? 

Apakah hanya harus langsung mengaji kepada Ibu Nyai ? Lalu bagaimana nasib perempuan-perempuan yang tak bisa berangkat ngaji ? Sangat kasihan kan ? Mau ngaji kepada suaminya ? Ya kalau suaminya adalah seorang imam yang baik bagi keluarganya. Bisa mengimami shalat dan bisa membaca Al Qur’an dan mengerti terjemahannya ? Dan mau mengajari ngaji isterinya. Kalau tidak ?  Kita perempuan Indonesia, selamanya akan bodoh tulisan dan mungkin juga akan bodoh Al Qur’an Ya Allah…

Saya tak bisa membayangkan jika perempuan-perempuan Indonesia, sampai saat ini masih terkungkung dalam kebodohan dan keterbelakangan, seperti jaman sebelum RA. Kartini memperjuangkan emansipasi untuk kaumnya.

Jika RA. Kartini belum mengenakan jilbab itu persoalannya sendiri. Tetapi beliau adalah beragama Islam, alias saudara kita kaum Muslimat. Mungkin pada waktu beliau masih kecil tidak sempat mendapat pendidikan agama dari orang tuanya sebagaimana pendidikan agama yang kita peroleh saat sekarang ini. Dimana Islam makin berkembang dengan segala aspeknya.

Sedangkan di Indonesia saja, di tahun 92 an saat saya mengenakan jilbab yang pertama kali, didaerah saya Kabupaten Purworejo, ketika saya bepergian bersilaturahmi, kemanapun masih jarang bertemu dengan wanita yang mengenakan jilbab. Kecuali dia dari lingkungan pondok pesantren. Ibu Nyainya saja masih banyak yang memakai sekedar tutup kepala (bukan jilbab tertutup sebagaimana yang diajarkan didalam fiqih), dimana di bagian lehernya dan dadanya masih terliat menganga. Astaghfirullahaladziim…

Tidak sebagaimana sekarang, dimana-mana Alhamdulillah sudah menjadi LAUTAN JILBAB !

Jadi jangan gampang menyalahkan RA. Kartini yang saat itu belum mengenakan jilbab ! Semua keadaan, dan jaman beserta kebudayaannya selalu berkembang, sesuai dengan kebutuhan dan masanya !

Saya sangat sedih ketika ada saudara Muslim yang sinis menuding RA. Kartini seperti ini : Kartini itu keraknya neraka ! Ia telah mengajarkan perempuan untuk keluar dari rumah, menjadi pinter dan berani kepada laki laki suaminya !

Kala saya mendengar itu, saya tak mau berdebat, untuk hal-hal yang seperti itu, karena waktunya tidaklah tepat, sebab teman saya yang mengemukakan argumentasi atau pendapatnya itu, dengan semangat yang berapi-api dan emosi yang sangat tinggi.

Dalam hati saya hanya bergumam, Ya Allah yang hak adalah hak dan yang batil adalah batil, semoga Engkau beri hamba semua pencerahan atas kebenaranMu Ya Allah.

Loh kok dia berani mengemukakan argumentasinya seperti itu ? Menghujat ! Berpendapat hanya dengan pikirannya, bukan dengan hatinya. Emangnya dia Allah yang mempunyai kunci surga dan neraka, yang mempunyai wewenang mutlak untuk memasukkan seseorang kedalam surga atau nerakaNya ? Sedangkan diri kita sendiri saja, belum mengerti kapling kita di akherat itu besuk mau dapat dimana ?

Jaman sekarang itu banyak orang yang pandai menghujat padahal ia belum mengenal dirinya sendiri. Apalagi mengenal Tuhannya ? Padahal tidak akan seseorang bisa mengenal Tuhannya sebelum ia mengenal dirinya. Apalagi masuk surga ?

Yuk kita lanjut saja khidmat kita mengenang sosok RA. Kartini.

Ibu kita Kartini,
Putri sejati,
Putri Indonesia,
Harum Namanya,
Ibu kita Kartini,
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya,
Untuk merdeka.
Wahai Ibu kita Kartini,
Putri yang mulia,
Sungguh besar cita-citanya,
Bagi Indonesia.

Demikian lagu “Ibu Kita Kartini” yang telah diciptakan oleh WR. Soepratman (seorang komposer besar Indonesia, yang juga menciptakan Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya"), yang selalu dinyanyikan oleh para wanita di seluruh Indonesia pada tanggal 21 April untuk memperingati Hari Kartini.

Marilah sejenak, kita tundukkan kepala kita, mengenang beliau Ibu Kartini yang demikian besar jasanya bagi bangsanya, bagi kita para perempuan Indonesia. Marilah kita doakan arwahnya, semoga mendapat ampunan atas dosa-dosanya, semoga mendapat tempat yang layak disisiNya, dan semoga seluruh amalnya yang begitu besar dan berarti bagi seluruh wanita Indonesia diterima oleh Allah SWT sebagai amal yang baik disisiNya. Amin Ya Rabbal Alamiin.

Hari Kartini bukanlah identik dengan hari dimana secara seremonial setiap anak sekolah yang perempuan dan para ibu memakai pakaian kebaya, namun ada esensi yang lebih bermakna dari sekedar itu.

Kartini mendambakan, agar kaumnya, terlepas dari belenggu feodalisme, kedepan, mempunyai kesetaraan dengan kaum laki-laki di semua bidang kehidupan. Tidak terkungkung dalam kebodohan dan keterbelakangan. Agar perempuan bisa membuka mata hati dan cakrawalanya dengan seluas-luasnya, jika perempuan itu pintar, minimal atau paling tidak bisa membaca dan menulis. Karena ilmu banyak didapat dari membaca. Dan menulis bermanfaat untuk mengemukakan akan gagasan-gagasan.

Cobalah pikir, bagaimana saya bisa membagikan pengalaman dan pengetahuan saya tentang sakit maag ini kepada pembaca sekalian, jika saya tidak bisa membaca atau menulis, apalagi bisa internetan ?

Dengan perjuangan yang gigih, baik melalui permohonan kepada suaminya (Singgih Djojo Adhiningrat) , maupun pertimbangan kepada ayahandanya (Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat) untuk mendirikan sekolah bagi kaumnya, serta lembar demi lembar surat yang merupakan curhatnya kepada sahabatnya di negeri Belanda termasuk Snouck Hurgronje, yang kemudian diterbitkan sebagai buku yang sangat legendaris “Habis Gelap Terbitlah Terang” oleh sastrawan Pujangga Baru Armijn Pane, maka hasratnya yang membara dan sekian lama terpendam, berhasil diujudkannya dengan mendirikan sekolah perempuan yang pertama kali di Indonesia di rumahnya, pada masa penjajahan Belanda.

Ini menunjukkan betapa gigihnya perjuangan R.A.Kartini untuk mewujudkan cita-citanya. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang, semula adalah Himpunan Surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda, yang dihimpun oleh Mr. JH. Abendanon (semacam Kepala Dinas Pendidikan saat itu), pada tahun 1911, dengan judul Door Duisternis tot Lich. K

Yang kemudian diterbitkan juga dalam edisi Bahasa Inggris dengan judul Letters of a Javaness Princess, lalu pada tahun 1922 diterjemahkan oleh seseorang dalam bahasa Indonesia, dan diterbitkan Balai Pustaka oleh Armijn Pane.

Sejak itulah dunia kegelapan bagi perempuan Indonesia mulai terkuak, berganti dengan cahaya terang yang akan menyinari kehidupan perempuan bangsanya di kemudian hari hingga sekarang ini.

Kartini adalah seseorang yang paling tidak suka pada pembedaan kelas atau strata. Sebagaimana yang diajarkan didalam Al Qur’an bahwa Allah SWT hanya membedakan manusia adalah dari taqwanya, bukan dari sesuatu yang lainnya. 

Sebenarnya, secara hakekat, Kartini telah memperoleh pencerahan dari Allah SWT.

Terbukti ketika suatu hari sepulang dari sekolah Kartini diberinya gelar Raden Ayu oleh Ayahandanya (gelar yang cukup tinggi bagi perempuan bangsawan yang masih remaja). Ia tak suka dipanggil dengan gelarnya yang baru Raden Ayu. Ia lebih senang dipanggil dengan namanya saja Kartini.

Kartini yang berjiwa kerakyatan inipun, setelah pemberian gelar Raden Ayu, ia terus memikirkan “dua kata” itu. Dia pandang lingkungannya, lalu terantuklah mata batinnya pada sebuah kenyataan, betapa banyak Raden Ayu-Raden Ayu disekelilingnya.

Lalu diam-diam, Kartini yang berotak cerdas dan jauh pandangannya, mempelajarinya. Lalu akhirnya Kartini tahu, bahwa Raden Ayu bukanlah status yang layak untuk dibanggakan. Sehingga Kartinipun emoh memakai gelar kebangsawanan itu.

Kartini wafat diusianya yang masih sangat muda. 25 tahun, dipangkuan suaminya, Singgih Djojo Adhiningrat. Dengan meninggalkan satu-satunya putra yaitu RM.Soesalit. Namun jasanya akan terus dikenang oleh seluruh kaum wanita Indonesia. 

Lihatlah kini. Semua bidang yang menjadi pekerjaan kaum laki-laki juga dikerjakan oleh perempuan juga. Tak ada bedanya. Inilah jasa dari Kartini.

Namun sayang, emansipasi yang dimaksudkan dan yang dikehendaki oleh Kartini, sekarang ini tidak diterapkan sebagaimana mustinya, oleh kita perempuan Indonesia. Kesetaraan yang diperjuangkan oleh Kartini telah disalah artikan oleh banyak perempuan Indonesia, bahwa kedudukan wanita sama dengan kedudukan laki-laki, dimanapun dan kapanpun ia berada.

Sebagaimana fitrah seorang perempuan di dalam Al Qur’an adalah dibawah seorang laki-laki, oleh karenanya perintah Allah yang ada di dalam Al Qur’an mengatakan bahwa seorang isteri hendaklah tunduk dan patuh kepada suaminya. Disini tersurat dan tersirat bahwa setinggi apapun jabatan dan kedudukan seorang perempuan, maka sebagai isteri ia tetap harus tunduk dan patuh kepada suami yang seorang laki-laki.

Banyak diantara kita kaum perempuan, dalam suatu rumah tangga, jika ia mempunyai jabatan dan kedudukan yang lebih tinggi dari suaminya, maka ia akan menjadi lupa diri, alias tidak ingat lagi akan kedudukannya sebagai seorang isteri yang harus menghormati, tunduk dan patuh kepada suaminya.

Sehingga sering terjadinya kesalah fahaman, ketidak harmonisan, kesenjangan, perselingkuhan, berantakannya sebuah rumah tangga, hanya dikarenakan wanita sebagai isteri tidak bisa menjaga harkatnya sebagai seorang perempuan. Ia telah lepas kendali, merasa lebih mampu, lebih mempunyai wibawa dan kehormatan, lebih mempunyai penghasilan serta status pekerjaan yang lebih tinggi dari suaminya, sehingga ia bertindak sewenang-wenang, seenaknya sendiri, tanpa menghormati kepada suaminya lagi. Wanita yang seperti, adalah wanita yang berharkat martabat rendah, tidak mulia disisi Allah SWT.

Oleh karena itu sadarlah wahai perempuan Indonesia, sebelum terlambat ! Masih ada waktu untuk bertaubat. Dan Allah Yang Maha Pengampun adalah Allah yang selalu membuka pintu taubatNya untuk semua para hambaNya yang mau bertaubat.

Jika Indonesia terpuruk seperti ini, jangan salahkan orang lain, pejabat, pemimpin negeri atau siapapun, salahkan diri kita sendiri, sebagai perempuan yang tak mampu mendidik diri kita sendiri menjadi perempuan sholehah, dan tak mampu mendidik anak-anak kita menjadi generasi penerus bangsa yang akhlaqul qarimah. Yang mampu membangun negeri yang kokoh kuat imannya, agamanya, bangsanya, negerinya, bukan menjadi pemimpin negeri yang sarang korupsi dan kemerosotan aqhlak.

Inilah yang patut kita sayangkan. Jika saja semua perempuan Indonesia, dalam segala keadaannya, baik dalam statusnya yang sederhana di lingkungannya, maupun yang berjabatan dan kerkedudukan tinggi, selalu berkiblat kepada Al Qur’an, selalu menjaga sunnah Rasulullah SAW, insya Allah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah akan selalu terjaga disetiap keluarga muslim Indonesia.

Jadilah wanita teladan, yang beremansipasi, namun tetap menjunjung tinggi harkat kewanitaannya yang tetap menghormati laki-laki sebagai suaminya sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT serta diteladankan oleh Ibunda Siti Hadijjah Ra isteri yang pertama dari Rasulullah SAW.

Beliau Ibunda Siti Hadijjah Ra adalah teladan bagi semua perempuan muslimah. Taat dan setia, sangat patuh dan setia kepada Kanjeng Nabi SAW. suaminya, meskipun usia Kanjeng Nabi 15 tahun lebih muda dari beliau. Sehingga Siti Hadijjah Ra-pun, dalam mendidik putrinya, Fathimah Azzahra Ra, adalah dengan sifat-sifat yang penuh keteladanan sebagaimana yang diteladankan oleh Rasulullah SAW.kepada dirinya.

Sebagai isteri dari Sayyidina Ali KWA, Fathimah Azzahra Ra demikian taatnya, setianya, tunduk dan patuhnya kepada suaminya, Sayyidina Ali KWA, sebagaimana yang diteladankan oleh Ibundanya, Ibunda Siti Khadijjah Ra.

Oleh karena itu, betapa Rasulullah SAW sangat mencintai isterinya yang satu ini, Siti Khadijjah Ra, karena mampu menjadi wanita yang diharapkan oleh seorang suami yang juga seorang Nabi dan Rasul Allah, taat kepada Allah SWT, taat kepada perintahNya untuk tunduk dan patuh kepada suaminya. Dan juga pandai mendidik putrinya Fathimah Azzahra Ra. menjadi wanita yang sholehah.

Pantaslah jika Rasulullah SAW sangat mencintai kedua perempuan ini, Siti Khadijjah Ra sebagai isterinya, dan Fathimah Azzahra Ra. putrinya. Karena kedua sosok ini adalah perempuan-perempuan yang patut dijadikan teladan, baik karakternya maupun perilakunya dalam hidupnya. Sosok para wanita penghuni surga !

Tidak inginkah kita mendapat bagian seperti beliau-beliau di akherat nanti ? Dinegeri jannah dimana kita diijinkan bertemu dan melihat wajah kemuliaan Allah SWT ? Subhanallah Hu Rabbi.

Kemuliaan di akherat adalah impian setiap muslim. Sekaranglah saat untuk menggapainya. Tak ada lagi waktu untuk esok atau lusa, karena ajal setiap saat bisa saja datang menjemput.

Taubatan nasuha, selalu mensucikan diri lahir maupun batin, selalu meningkatkan ibadah dan keimanan kita, sehingga kita akan mengakhiri akhir hidup kita dengan RidhoNya. Khusnul Khatimah.

Jika kita tidak bisa hafal Qur’an. Jika kita tidak bisa menjadi Ustadzah. Jika kita tak mampu atau tak mendapatkan kesempatan untuk mengajar mengaji di Mushalla, namun jika kita mampu menjaga diri kita selalu hidup secara Islami, hidup dalam kesucian lahir dan batin, insya Allah itu adalah dakwah yang paling nyata, bagi keluarga dan lingkungan kita.

Tanpa kata-kata. Tapi dengan keteladanan yang penuh kemuliaan. Alangkah indahnya. 

Demikian semoga hari ini, Hari Kartini, kita menjadi Kartini Kartini baru yang  meraih emansipasi wanita namun tetap menjunjung tinggi keteladanan akhlak sebagaimana diteladankan oleh wanita teladan Ibunda Sitti Khadijjah Ra. dan Fathimah Azzahra Ra. putri Rasulullah SAW…sehingga kita akan bisa mendididik putra putri kita menjadi anak yang sholeh dan sholehah sebagai generasi muda bangsa yang akhlaqul karimah. Amin Ya Rabbal’alamiin.

“SELAMAT HARI KARTINI”

Alhamdulillahirabbali’alamiin.

Salam Penulis,
Niniek SS
Labels: EDISI SPESIAL, Kisah Nyata, Motivasi, Renungan

Thanks for reading Mengenang RA.Kartini. Please share...!

0 Komentar untuk "Mengenang RA.Kartini"

Back To Top