SOLUSI SAKIT MAAG

Blog pengalaman sembuh sakit maag kronis | obat alami sakit maag | makanan sakit maag | cara sembuh sakit maag | pantangan sakit maag

http://solusi-sakit-maag.blogspot.com/2014/07/resensi-buku-rahasia-sembuh-sakit-maag.html

Ribuan Ikan Di Sepanjang Pantai

Bismillahirrahmanirrahiim...

Sahabat Niniek SS yang sedang santai,

Mau percaya atau tidak, inilah kisah nyata yang belum begitu lama saya alami.

Suatu hari saya merasa rindu sekali kepada orang gaib yang pernah menemui saya di Lumajang Jawa Timur dulu ( Baca : Kisah Pertemuan dengan Nabi Khidir yang pertama ), atau kepada bapak peminta-minta yang pernah mendatangi rumah saya ketika subuh-subuh dulu ( Baca : Kisah Pertemuan Dengan nabi Khidir yang kedua ).

Saya teramat rindu dengan sosoknya yang begitu sederhana. Dengan kilatan cahaya matanya yang tajam bagaikan pedang. Dan dengan nasehatnya yang sangat teduh menyentuh jiwa. Belum pernah saya temui sosok yang seperti beliau didunia ini. Wibawanya, karomahnya, keteduhannya, dan nasehatnya.
Nasehatnya penuh mutiara hikmah yang belum pernah saya dengar baik melalui mulut seseorang maupun saya baca lewat media apapun offline maupun online.

Keduanya sama sama pernah mengucapkan hal yang sama kepada saya :”Wah lha sampeyan ini kok hatinya seperti malaekat, ora doyan duit? Trus dengan apa saya harus membalas kebaikan sampeyan kepada saya?” pernyataannya waktu itu kepada saya.

Lalu sayapun menjawabnya dengan bahasa Jawa yang sangat halus :”Ya jika Bapak berkenan, tolong doakan saya agar selamat dunia dan akherat saya sekeluarga dan seluruh keturunan saya kelak pak…”

Lalu persamaan yang kedua, orang goib yang bertemu di Lumajang Jawa Timur, ketika saya tanya mana rumahnya, beliau menjawab bahwa beliau akrab dengan semua penghuni lautan. Dan ketika saya tanya apakah beliau seorang nelayan? Katanya bukan, lalu ? tentu ini menjadi teka teki bagi saya. Bukankah berarti beliau akrab juga dengan lautan. Siapakah Nabi yang akrab dengan lautan dan seluruh penghuninya, kalau bukan Nabi Khidir As ?

Kemudian bapak peminta-minta yang bertamu subuh-subuh kerumah saya, ketika saya tanya rumahnya, beliau mengatakan bahwa beliau tinggal disebelah selatan Ngawu-awu. Dan bahkan mempersilahkan saya jika kapan saja saya ke Ngawu-awu supaya mampir kerumah bapak itu.

Tahukah Anda dimanakah letak desa Ngawu-awu itu ? Ngawu-awu adalah nama sebuah desa paling selatan dari kecamatan Grabag. Grabag adalah nama sebuah kecamatan di wilayah kabupaten Purworejo Jawa Tengah.

Ketika saya bertanya kesana kemari, apakah nama desa di sebelah selatan Ngawu-awu? Ternyata di selatan Ngawu-awu sudah tidak ada lagi sebuah desa. Ngawu-awu merupakan desa paling selatan yang langsung berbatasan dengan laut selatan pulau Jawa.

Jadi kalau begitu rumah dari bapak peminta-minta itu adalah laut selatan ? Siapakah Bapak peminta-minta itu sebenarnya ? Siapakah manusia yang bertempat tinggal dilaut selatan ? Bukankah konon menurut cerita dari mulut ke mulut adalah Nabi Khidir As ?

Sudahlah biarlah itu menjadi rahasia alam, kita tak perlu membahasnya lagi.

Kembali kepada kerinduan saya kepada beliau berdua yang hakekatnya adalah satu sosok, namun yang muncul dalam penampilan yang berbeda ?

Sabtu malam minggu, saya menghubungi teman dekat, namanya mbak Ismi, yang kebetulan bertempat tinggal di daerah sebelah selatan sangat dekat dengan laut hanya beberapa kilometer saja dari laut.

Saya pikir, kemungkinan besar mbak Ismi tahu tempat pertemuan antara sungai dengan laut kidul ( selatan ). Tempat keberadaan “Hamba Allah” sebagaimana diFirmankan dalam Al Qur’an. Saya utarakan keinginan saya untuk menemui beliau sosok goib yang pernah mempersilahkan saya untuk singgah kerumahnya di selatan Ngawu-awu.

Ternyata mbak Ismi tahu, dipantai Kaburuhan, ada pertemuan muara sungai dengan laut. Pantai Kaburuhan adalah pantai disebelah selatan ngawu-awu. Tempat wisata lokal kabupaten Purworejo yang sering dikunjungi masyarakat setempat untuk sekedar melihat tingginya gelombang dan indahnya laut.

Malam itu kami mengadakan kesepakatan untuk ke pantai Kaburuhan esok paginya, kebetulan hari ahad. Kami janjian ketemuan pada jam 7 pagi di perempatan Purwodadi. Purwodadi adalah salah satu kecamatan di kabupaten Purworejo yang terletak diujung sebelah selatan dari wilayah kabupaten Purworejo. 

Semalaman saya tak bisa tidur. Gelisah memikirkan rencana ke Pantai Kaburuhan besok pagi. Dalam tahajjud saya memohon ijin Allah SWT agar kunjungan saya ke Pantai Kaburuhan bisa diterima oleh sosok goib yang saya maksud, syukur bila beliau berkenan untuk menemui saya.

Jikapun tidak, saya mohon kepada Allah Swt, jika kunjungan saya besuk pagi diterima oleh sosok goib itu, saya mohon agar Allah berkenan memberikan tanda kepada saya dengan tanda yang mampu saya tangkap oleh mata wadag saya. Saya banyak dzikir dan berdoa malam itu agar terkabul hajat saya esok pagi.

Jam 6 saya sudah meluncur naik angkot dari rumah menuju perempatan Purwodadi. Jarak perjalanan rumah saya ke Purwodadi hanya kurang lebih setengah jam-an. Dinginnya udara pagi terasa sangat segar mengusik jiwa. Jarang sekali sih sejak kesembuhan saya dari sakit maag saya yang begitu lama, saya bepergian naik angkot pagi pagi buta seperti saat ini.

Disepanjang jalan angkot kami sering berpapasan dengan angkot yang membawa penumpang ibu-ibu yang hendak pergi ke pasar di kota Purworejo, berlawanan arah. Angkot saya menuju ke selatan, sementara angkot yang membawa penumpang ibu-ibu dari arah selatan menuju ke utara, ke pasar Purworejo.

Hari sudah hiruk pikuk dengan orang berdagang di pasar tiban dipinggir-pinggir jalan, yang hanya berlangsung beberapa jam saja.

Jam setengah tujuh lebih saya sudah sampai diperempatan Purwodadi. Mbak Ismi belum kelihatan. Saya sempat menunggu beberapa lama. Alhamdulillah, tiba-tiba dari arah barat saya melihat mbak Ismi datang dengan naik sepeda motor. Saya segera membonceng dibelakang. Dan kamipun segera bergegas menuju ke Pantai Kaburuhan.

Mengasyikkan perjalanan goncengan naik sepeda motor pagi-pagi. Udara sejuk menerpa kami, dingin dan segar, apalagi saya lupa memakai jaket, juga mbak Ismi yang mungkin memang sengaja tak memakainya karena bepergian dekat hanya dilingkungan tempat tinggalnya.Jadi segarnya suasana pagi merasuk sampai ke tulang sumsum kami.

Sepanjang perjalanan jalan Dandels yang kami lewati menuju Pantai Kaburuhan, adalah kebun jagung dan semangka milik petani setempat. Ingin rasanya turun dan memetik semangka yang buahnya begitu lebat tertutup oleh daun-daunnya yang begitu rimbun.

Disepanjang jalan saya banyak bertanya kepada mbak Ismi, tentang apa saja yang saya temui. Tanpa terasa kami sudah sampai di kawasan Pantai Kaburuhan. Tanah tandus berpasir yang merupakan ciri khas pantai selatan mulai kami lalui. Kadang-kadang ban motor terseok-seok sulit melintasi tanah berpasir, apalagi jika berpapasan dengan kendaraan lain yang berlawanan arah, salah satu musti harus berhenti untuk memberi kesempatan yang lainnya lewat lebih dahulu karena jalannya cukup sempit.

Disana sini mulai nampak tumbuhan pantai yang hanya bisa hidup di habitat pantai, seperti semak bakau dan semak pandan laut berduri yang tumbuhnya bergerombol merumpun.

Ini hari minggu jadi cukup banyak pengunjung yang datang berwisata lokal. Kebanyakan pasangan suami istri muda usia dengan anaknya yang masih kecil yang digoncengkan naik berdiri didepan motor. Anak-anak usia TK. Mereka riang gembira bermain pasir bersama.

Saya mengamati keadaan. Tak lama kemudian kami melewati jembatan agak besar yang terbuat dari titian balok-balok kayu memanjang yang ditata berjajar. Jembatan yang usianya sudah cukup usang sehingga disana-sini sudah banyak yang keropos dan perlu untuk diganti. Jadi ketika lewat diatasnya agak ngeri juga, bunyinya glodak glodak dan ada yang berlubang sehingga keliatan air sungai yang melintas dibawahnya.

Beberapa meter lagi kami berhenti untuk menitipkan sepeda motor pada titipan motor yang sepertinya dikelola oleh penduduk setempat secara bergantian. Bukan oleh aparat pemda yang ditunjuk, karena sepertinya tidak begitu terorganisir.

Kami berjalan mendekati laut, menyusuri pantai menuju tempat pertemuan antara sungai dan laut yang sama-sama belum kami ketahui. Anak-anak bergembira ria mencari “pong-pongan” yang masih hidup yang biasa menjadi mainan anak-anak. 

Pong-pongan ini biasa dijual di sekolah-sekolah TK atau SD oleh orang yang mencarinya dilaut. Pong-pongan adalah sejenis bekicot laut, namun binatangnya mempunyai kaki banyak seperti kepiting dan bagian kepalanya yang menonjol keluar dari sarangnya tidak lembek seperti bekicot.

Anak-anak suka sekali bermain binatang pong-pongan ini karena sangat mengasyikkan. Pong-pongan ini jika melihat orang, ia akan langsung menyembunyikan tubuhnya kedalam sarangnya. Lama tidak mau keluar-keluar dan berjalan, ia baru mau keluar dari sarangnya, ketika kita ambil kita pegang sarangnya, lalu kita letakkan  didepan mulut kita dan mulut kita kita ngangakan sambil mengeluarkan udara hangat dari mulut kita haah…haah…haah beberapa kali ( seperti kalau kita kepedasan makan cabe, kita kan huah huah mulut kita, nah begitulah kira-kira ), nah maka pong-pongan akan segera mau keluar dari sarangnya. Eh ketipu dia, ternyata disekitarnya ada manusia. Entahlah mengapa dengan cara ini pong-pongan selalu mau keluar dari sarangnya ? mungkin dia kepanasan oleh udara dari mulut kita yaah ?

Ketika anak-anak berada di pantai, karuan saja mereka tak melewatkan kesempatan ini untuk mencari pong-pongan sebanyak-banyaknya, bukankah jika di sekolah mereka harus membelinya? Disini kan gratis ? tinggal mengaisnya saja di pasir.

Sebagian anak-anak yang lain berlarian pada pinggiran pantai yang landai yang terkena air laut namun dangkal hanya sebetis kaki mereka. Tentu mereka diawasi oleh orang tua mereka masing-masing.

Kami menyisir pantai dengan kaki telanjang karena lupa tak memakai sandal jepit. Memakai sepatu terepes, namun tetap susah untuk berjalan di pasir yang basah, ya sudah lebih baik berjalan dengan kaki telanjang saja.

Makin dekat kearah pertemuan antara muara sungai dengan laut, makin jarang orang yang lalu lalang. Tempatnya sangat sepi, hanya ada satu dua orang dewasa yang memancing diujung sana. Rupanya diujung sebelah barat tempat aliran sungai bermuara, terdapat bangunan seperti bekas dermaga, bukit batu berlumut menandakan usianya yang sudah ratusan tahun mungkin. Sampailah kami berdua ditempat yang kami tuju.

Suasananya cukup mencengkeram. Sepi, tak ada seorangpun kecuali kami berdua dan dua orang pemancing yang ada diujung seberang bangunan yang mirip dermaga itu. Kami sempat khawatir juga jika ada orang jahat, maka tak ada yang akan menolong kami, karena dua orang pemancing tersebut kami pastikan tak melihat keberadaan kami.

Kami hanya tawakkal mohon perlindungan Allah agar tidak terjadi sesuatupun disini. Kami baru menyadari bahwa sepanjang menyusuri bibir pantai tadi kami melihat banyak sekali ikan ikan besar dan ikan kecil ribuan banyaknya yang terhampar disepanjang pantai. Namun kami belum sempat memperbincangkannya karena konsentrasi kami terkikis oleh rasa yang mencekam yang meliputi hati kami, saya dan mbak Ismi.

Ketika sampai persis di pertemuan muara sungai dengan air laut. Subhanallah ada nuansa gaib yang tidak bisa saya ceritakan disini. Bertemunya air laut dan air muara sungai membentuk deburan ombak kecil, yang riaknya meliuk tipis membatasi keduanya. Setiap kali terjadi seperti itu. Seperti ada garis demarkasi yang membatasi wilayah mereka masing-masing, unik sekali.

Saya melakukan sujud syukur. Bertawasul kepada Malaekat Jibril, kepada Kanjeng Nabi SAW, kepada Nabi Khidir As, kepada Syech Abdul Khodir Jaelani dengan membaca Al Fatehah. Kemudian saya lanjutkan dengan berdzikir beberapa lama, sekitar satu jam mungkin. Sebelumnya saya minta kesabaran mbak Ismi untuk menunggu hingga selesai hajat saya. 

Dalam keheningan batin tak terasa air mata saya mengalir deras. Saya tak mampu membendung keharuan saya. Rasa kesyukuran saya atas segala nikmat Allah membuncah ketika ini. Bukan hanya syukur atas nikmat Allah yang telah mengabulkan hajat saya ini saja, namun seluruh nikmat yang diberikan oleh Allah Swt di sepanjang hidup saya melintas di hati saya . 

Bahwa kedatangan saya ke tempat ini sungguh-sungguh telah diterima dengan baik oleh tuan rumah yang insya Allah adalah Nabi Khidir As, terbukti dengan hamparan ribuan ikan besar dan kecil disepanjang bibir pantai yang kami lalui tadi.

Dan anehnya lagi, hanya saya dengan mbak Ismi sepertinya yang diijinkan untuk melihat penampakan ini, karena ratusan anak-anak yang bermain disepanjang pantai tak ada satupun yang kelihatan memperhatikan ribuan ikan yang terhampar berserakan di kaki-kaki kecil mereka. Demikian juga dengan orang tua-orang tua mereka sepertinya tak ada satupun yang memperhatikan.

Logikanya, jika mereka semua memang melihat ikan-ikan itu, tentu mereka akan ramai-ramai mengambil ikan-ikan itu untuk dibawanya pulang. Bukankah ikan-ikan itu adalah ikan-ikan yang masih segar bahkan banyak yang masih bernafas. Penampakan ini yang membuat hati saya sangat terharu, sepertinya ikan-ikan ini sengaja diperintahkan oleh sahabat mereka Nabi khidir As untuk menyambut kedatangan kami berdua. Subhanallah.

Sebenarnya mbak Ismi, awal melihat ikan-ikan ini juga ingin membawanya pulang, namun saya melarangnya, walaupun mbak Ismi sempat memegang ikan-ikan itu bahkan sempat berkomentar :”Bu ini ikannya masih segar, masih ada yang bernafas nih, sambil memperlihatkan salah satu ikan yang masih sangat segar dan masih bernafas insangnya”. Allah Hu Akbar.

Setelah selesai hajat saya, kamipun pulang menyisiri jalan yang tadi kami lalui. Tiba-tiba sepeda motor mbak Ismi oleng seperti menghindari sesuatu. Dan mbak Ismi seperti melihat kearah belakang lewat kaca spion sambil berkata :”Itu tadi siapa sih bu, orang berjubah putih nyebrang kok tak memberi aba-aba, untung saya waspada, kalau tidak kita kan menabraknya bu, kelihatan orangnya tidak bu?” Tanya mbak Ismi kemudian kelihatan wajahnya pucat dan nafasnya agak ngos-ngosan karena baru saja hampir menabrak orang berjubah putih yang dilihatnya menyeberang itu.

Saya celingukan ke arah yang ditunjukkan oleh mbak Ismi, ternyata tak ada siapapun disekitar kami. Sepi ! Bersamaan dengan itu saya mencium bau wangi khas, seperti yang saya baui ketika saya ditemui orang goib di Lumajang Jawa Timur dulu. Serta merta saya meminta mbak Ismi untuk menghentikan motornya.

“Mbak berhenti dulu mbak, berhenti. Baca istighfar dan sholawat sebanyak-banyaknya” kata saya. Mbak Ismipun segera memberhentikan motornya dan membaca istighfar dan sholawat sebanyak-banyaknya. Setelah saya rasa cukup, maka kamipun segera melanjutkan perjalanan pulang dengan perasaan beribu syukur dan berjuta takjub.

Subhanallah. Alhamdulillah. Ternyata orang goib yang berkenan menemui saya itu juga berkenan saya temui, namun menurut caranya sendiri, cara yang terkadang sulit saya jabarkan. Barangkali saja karena saya menemuinya bersama-sama dengan mbak Ismi bukan sendiri. Wallohua’lam

Apapun kejadiannya, Alhamdulillah sudah terlampiaskan kerinduan saya dan mendapatkan jawaban. Terima kasih Ya Tuhan, Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan hajat hamba. Terima kasih ya Nabi Khidir, yang telah berkenan menerima silaturahmi saya dan teman saya di tempat persinggahanmu dimana engkau pernah mempersilahkan saya untuk berkunjung menemuimu. Alhamdulillah..

Jika saat ini Anda sedang sakit maag dan belum sembuh-sembuh, apapun yang Anda keluhkan akibat sakit maag, tak perlu Anda berkecil hati, karena kini telah hadir bagi Anda, buku Panduan untuk Kesembuhan Sakit Maag, yang alhamdulillah telah banyak membantu para penderita sakit maag di Seluruh Indonesia, sembuh dari sakitnya. kini giliran Anda insya Allah mudah-mudahan sembuh seperti mereka. PESAN DAN MILIKI SEGERA agar tidak kehabisan karena sangat banyaknya peminat.

Semoga menambah khasanah pengalaman kita. Alhamdulillahirabbil'alamiin...

Salam Hening,
Niniek SS.
Labels: Kisah Menarik, Kisah Nyata

Thanks for reading Ribuan Ikan Di Sepanjang Pantai. Please share...!

0 Komentar untuk "Ribuan Ikan Di Sepanjang Pantai"

Back To Top