SOLUSI SAKIT MAAG

Blog pengalaman sembuh sakit maag kronis | obat alami sakit maag | makanan sakit maag | cara sembuh sakit maag | pantangan sakit maag

http://solusi-sakit-maag.blogspot.com/2014/07/resensi-buku-rahasia-sembuh-sakit-maag.html

Batu Anti Petir

Waktu itu kira-kira jam 11 siang. Sedang terik-teriknya matahari. Aku tinggal di komplek perumahan. Waktu itu aku sedang berada dirumah.

Suasana lingkungan perumahan sedang sepi. Tidak ada seorangpun yang terlihat lalu lalang di gang depan rumah. Semua bapak-bapak sedang bekerja dikantor. Sementara ibu-ibu yang berada dirumah masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Tentu mereka sedang menyiapkan makan siang untuk anak-anak yang sebentar lagi akan pulang dari sekolah.

Tiba tiba aku melihat ada seorang bapak-bapak usia 30 an, bertubuh pendek dan berperawakan agak kecil melintas di gang depan rumah. Celananya abu-abu kehitaman dan mengenakan hemd warna putih. Aku melihatnya dengan jelas. Sebab ketika itu aku kebetulan sedang berada dipintu teras. Bapak-bapak  itu berjalan kaki. Seperti sedang mencari alamat. Entahlah aku malas sekali menyapanya. Biasanya kalau melihat ada orang dengan gelagat mencari alamat aku dengan tergpopoh-gopoh akan segera memanggilnya, mendekatinya, menanyakannya sedang mencari siapa ?

Entahlah kali ini kok rasanya malas sekali untuk menyapa. Lagipula bapak  itu tidak melihatku ketika melintas didepan rumahku. Ketika aku keluar ke pintu teras, aku melihatnya sudah melintas. Jadi aku hanya sempat melihat punggungnya.. 

Karena keenggananku yang luar biasa, pintu malah kemudian kututup. Namun dari gordyn transparan yang kupasang menutupi kaca besar ruangan teras, jelas dapat terlihat dari dalam rumah, apa yang ada diluar rumah. Termasuk jika ada orang yang melintas di gang depan rumah juga bisa terlihat jelas.

Kulihat bapak itu melintas lagi didepan rumah, menengok ke kanan dan kekiri sepertinya memang sedang mencari seseorang, dan yang bisa ditanya. Ketika ia melintas di depan rumah ia tak berbelok kerumahku. Ya iyalah, karena pintu rumahku dalam keadaan tertutup.

Berapa kali saja bapak itu melintas mondar-mandir melewati depan rumahku. Dan berapa kali saja aku melihatnya serta enggan beranjak menolongnya. Tapi lama-lama aku merasa berdosa juga he he…membayangkan jika itu terjadi pada diriku ? Sedang mencari alamat rumah seseorang namun tak ada yang menolongnya ? Ih…ngeri ah…aku tak mau hal ini suatu saat akan terjadi pada diriku.

Dengan niat tulus akupun membuka pintu teras. Kulihat bapak  itu masih berada jauh dilorong gang. Rupanya ia belum menemukan orang yang ia cari. Aku sengaja menunggunya didalam rumah barangkali nanti ia lewat lagi.
Ternyata benar, agak beberapa lama kemudian ia nampak kembali berbalik menuju kearah rumah-rumah di gang deretanku. Ketika ia persis berada didepan rumahku aku menghentikannya.

“Pak…maaf mau mencari siapa? Saya lihat dari tadi mondar-mandir lewat sini?” tanyaku.

“Mau mencari Ibu Sri Nurmi…” Aku kaget bukan kepalang ketika kemudian bapak itu menyebutkan nama lengkapku, dengan jelas dan benar. Ya Allah…kasihan sekali bapak ini, ternyata yang dicarinya adalah diriku.

“Oh..saya sendiri Pak” Silahkan masuk, kupersilahkan ia duduk di ruang teras. 

Aku segera meminta tolong pembantuku untuk membuatkan secangkir teh hangat dan hidangan seperlunya. Tak lama kemudian teh itupun sudah terhidang dimeja. Aku persilahkan bapak itu untuk minum terlebih dahulu sebelum kami melanjutkan pembicaraan. Rupanya bapak  itu memang sedang kehausan. Aku memakluminya. Kemudian kuminta pembantuku untuk membuat air teh lagi dalam teko untuk menambahnya.

Setelah bapak itu melepaskan rasa hausnya, ia segera bercerita. Bahwa ia baru saja bertapa di Gunung Srandil Cilacap selama 40 hari 40 malam untuk kepentingannya. Namun dalam masa bertapanya itu, ia mendapat titipan dari Orang tua goib bersurban putih dan berjanggut putih, untuk memberikan sepasang batu kepada saya.

Konon bapak tua berjanggut itu menyebutkan dengan lengkap nama dan alamatku. Namun tidak menyebutkan nomor rumah, hanya nama, rt,rw,nama gang rumahku, dan daerah dimana aku tinggal.

Nama yang disebutkan bapak tua dalam bertapanya itu adalah nama kecilku. Ya karuan saja tak ada seorangpun yang mengetahui nama kecilku kecuali bapak dan ibu rt yang menyimpan data seluruh warga, mungkin ketika itu rumah pak rt sedang kosong, sehingga bapak  itu sampai lama belum menemukan rumahku.

Meskipun bapak itu telah menyebutkan nama kecilku dengan benar dan jelas, aku masih ragu-ragu dengannya. Aku mengatakan kepada bapak itu bahwa aku tak percaya dengan batu-batu, aku hanya percaya dengan Allah SWT. Aku takut musrik. 

Awalnya aku benar-benar tak mau menerimanya. Namun bapak itu benar-benar memaksaku agar mau menerima sepasang batu yang diamanahkan kepada bapak  itu untuk diberikannya kepadaku.

“Silahkan ibu terima dulu batu ini, nanti selanjutnya mau ibu bagaimanakan dengan batu ini, apa mau disimpan, apa mau ibu kasihkan kepada orang lain, terserah ibu, itu adalah hak ibu, namun sekarang tolonglah bu diterima ya Bu, agar gugur tugas saya, telah menyelesaikan amanah saya” 

Lalu dengan setengah hati, akhirnya kuterima juga sepasang batu itu. Apalagi bapak  itu mengatakan bahwa ia datang dari Tulung Agung Jawa Timur, datang kedaerahku di purworejo hanya untuk mengantarkan batu itu kepadaku. 

Ya Allah, ia yang sudah datang dari jauh, dari Tulung Agung kerumahku hanya untuk mengantar batu amanah itu mosok aku tak mau menerimanya ?

Setelah mengucapkan terima kasih bahwa aku telah mau menerima batu pemberian orang tua berjenggot dan bersurban putih kepadaku, maka bapak dari Tulung Agung itupun lalu meminta pamit. 

Akupun lalu mengucapkan terima kasih kepada Bapak itu yang telah bersusah payah mengantarkan batu amanah itu kepadaku. Ketika aku menyerahkan beberapa lembar uang sebagai pengganti ongkosnya kerumahku, bapak itu benar-benar tidak mau menerimanya, katanya apa yang dilakukannya semata-mata demi melakukan darma hidup manusia. Subhanallah…

Setelah bapak itu pergi, aku baru teringat, kenapa tadi aku tidak menanyakan untuk apa kegunaan batu itu ya ?

Sore menjelang maghrib ada tetanggaku yang main kerumahku. Batu itu masih kuletakkan diatas meja, lupa belum sempat kusimpan. Sebut saja namanya Pak Sum. 

Ketika Pak Sum melihat ada batu tergeletak diatas meja, ia bertanya : “Batu apa ini bu, kok tergeletak tak disimpan ?” Sepertinya ia penggemar berat batu, soalnya dijarinya bertengger cincin dengan batu akik besar warna warni. 

Di jari manisnya sebelah kanan ia memakai cincin akik besar berwarna hitam, lalu pada jari tengahnya juga memakai akik yang sama besar dan bentuknya, warnanya coklat tua dengan guratan warna coklat muda seperti akar serabut.

“Iya, itu tadi ada orang dari Tulung Agung datang kesini memberi batu ini pada saya Pak, lah saya ini bukan penggemar batu, apalagi batu-batu seperti ini takut saya menjadi musryk pak” kata saya sambil menceritakan selengkapnya kisah datangnya batu itu kerumah saya.

“Lho bu, batu ini batu bagus, dan mempunyai riwayat, kok tidak disimpan dengan baik to bu?” Tanya Pak Sum kemudian sambil memegang batu itu dan mengamatinya sepertinya sangat minat terhadap batu itu, tapi mungkin sungkan untuk mengatakannya.

“Pak Sum minat ya?” Tanyaku kepada pak Sum tanpa basa basi.

Pak Sum kaget mendengar pertanyaanku yang to the point, sepertinya senang sekali dengan pertanyaanku. Dan tanpa basa basi pula ia menjawabnya :”Iya e bu, wah jan…batu ini bagus sekali, apalagi punya riwayat goib”…

“Kalau mau silahkan saja ambil, dirawat baik-baik jangan diberikan ke orang lain ya Pak”. Pak Sum lebih kaget lagi setelah aku menawarkan batu itu kepadanya, seperti tak percaya matanya berbinar-binar riang.

“Benar nih Bu, boleh saya rawat ?” Tanyannya kemudian.

“Iya, silahkan” Kataku ikhlas.

Tak lama kemudian batu itu dibawanya pulang. Belum ada satu jam, pak Sum nampak kembali lagi kerumahku setengah tergopoh-gopoh. “Bu, bu…ada yang aneh dengan batu ini. Sepertinya apa tidak mau ikut dengan saya apa ya ? setiap saya letakkan disuatu tempat selalu atap eternit dirumah saya diatasnya jebol, saya pindah dilain tempat juga begitu, eternitnya jebol lagi, jadi rumah saya sekarang eternitnya jadi pada bolong bu. Tapi justru saya minat banget untuk tetap bisa merawatnya bu, saya minta ikhlasnya ya Bu ? nanti mau saya carikan orang yang bisa menjinakkan batu ini agar ia mau ngikut saya bu..” kilah Pak Sum panjang lebar.

“Ya silahkan saja Pak, gak papa, mudah-mudahan semua baik-baik saja, namun jika Pak Sum merasa berat ketempatan batu itu, ya kembalikan saja kepada saya” kata saya kepada Pak Sum. Lalu batu itupun dibawa pulang kembali oleh Pak Sum.

Berpuluh tahun kemudian kami tak pernah bertemu Pak Sum, karena kami pindah rumah.

Suatu hari, saya dengan suami saya bersilaturahmi kerumah Ustadz Umar di Jember Jawa Timur, tempat saya dulu pernah menimba ilmu agama dan  batin. 

Tiba-tiba tanpa ujung dan pangkal Ustadz Umar bertanya kepada saya :” Mbak Nien, mbak Nien itu punya sepasang batu yang sangat bagus, itu batu anti petir, dimana sekarang mbak Nien, mbok coba dicari. Itu batu memang pemberian Allah untuk mbak Nien” 

Sesudah pulang dari Jember, saya langsung mencari Pak Sum, dan Alhamdulillah sekarang batunya sudah kembali. Jika saya hubung-hubungkan dengan pengalaman saya hingga dua kali disambar petir namun Allah masih melindungi saya, saya masih tetap hidup, sedangkan serumpun pohon pisang yang ada didekat saya tersambar petir, hangus terbakar.

Apakah ada hubungannya dengan sepasang batu yang konon anti petir pemberian dari sosok goib orang berjubah di Gunung Srandil Cilacap Jawa Tengah ? Wallohua’lam…

Yang jelas saya selamat dari sambaran petir semata karena perlindungan Allah SWT, lepas dari mempunyai atau tidak mempunyai batu anti petir. 

Marilah kita semua selalu meluruskan akidah kita, meskipun disekitar kita terkadang ada peristiwa-peristiwa goib yang kita tidak tahu apa maknanya.

Salam Ukuwah Islamiyah
NiniekSS
Labels: Kisah Menarik

Thanks for reading Batu Anti Petir. Please share...!

0 Komentar untuk "Batu Anti Petir"

Back To Top