SOLUSI SAKIT MAAG

Blog pengalaman sembuh sakit maag kronis | obat alami sakit maag | makanan sakit maag | cara sembuh sakit maag | pantangan sakit maag

http://solusi-sakit-maag.blogspot.com/2014/07/resensi-buku-rahasia-sembuh-sakit-maag.html

Sedihnya Banyak Orang Mengejekku

“Bu Nien…Bu Nien” terdengar suara  Bu Tia tetanggaku  dari luar. “Assalamu’alaikum…” suara salamnya lantang.
“Wa’alaikumussalam…” jawabku lirih agak malas karena perut sakit dan badan benar-benar tidak enak sekali rasanya.
“Tidur ya?” Lalu kedengaran pintu depan dibukanya.
“Yah biasa hari gini pasti Bu Nien lagi tiduran, Bu Nien sih apa-apa dirasakan, pagi-pagi dah tiduran, sakit lagi…sakit lagi !!! mbok kayak aku ini nih, sehat gitu loh. Kalau kita berpikir sehat pasti akan sehat. Badan tuh jangan dimanjakan, kalau dimanjakan ya kayak gitu deh, badan jadi sakit-sakitan melulu!” ceramahnya pagi-pagi.

“Ya Allah, ampuni bu Tia, karena dia tidak tahu apa yang hamba rasakan, Engkau Maha Tahu bahwa hamba tidak memanjakan badan. Engkau Maha Tahu, bahwa hamba ingin sehat, ingin bangun dan bergerak mengerjakan segala hal seperti dulu. Ya Allah ampuni semua dosa hamba yang menjadikan sebab hamba sakit tak sembuh-sembuh seperti ini” doaku dalam hati.

Wajar kalau saya sangat sedih, dongkol, marah, pengin rasanya membungakm mulut Bu Tia yang tidak punya perasaan. Boro-boro ngademin ati, nasehati yang buat teduh pikiran, ini malah menyulut dosa dihati orang.

Alhamdulillah saya sudah banyak belajar agama, juga sudah tidak muda lagi, sudah sangat takut dengan Allah. Andaikata suasana ini terjadi ketika saya remaja dulu, waah…pasti akan saya damprat balik he he..

Karuan saja Bu Tia omong seenak perutnya, karena ia memang belum pernah terkena sakit maag, wajar kalau dia bicara tanpa perasaan.

Bukan hanya Bu Tia saja yang mengatakan saya manja atau pemalas, tapi siapapun yang sering datang kerumah dan mereka belum pernah sakit maag tentu akan berprasangka yang sama dengan bu Tia.
Mereka juga akan mengatakan bahwa kita para penderita maag ini, sakit hanyalah alasan. Yang sebenarnya, menurut mereka kita ini pemalas.

Lebih sedih lagi, ketika mereka terang-terangan mengatakan bahwa sakit kita yang tak sembuh-sembuh ini adalah karena banyaknya dosa yang kita lakukan, sehingga kita kena azab Allah.

Walaupun mungkin tuduhan itu benar, kita tentu berharap pengertian orang-orang disekeliling kita, bahwa kita ini benar-benar sakit, benar-benar menderita, dan membutuhkan perhatian serta kasih sayang mereka.

Keadaan kita yang seperti ini dimengerti saja sudah Alhamdulillah, janganlah ditambah dengan pemikiran yang memberatkan.

Oh iya, diantara Sahabat, ada tidak yang punya pengalaman sepertiku? Begini, Ketika saya dulu sedang parah maagnya, kan jarang keluar rumah. Untuk jalan belanja sayuran ke mbak tukang sayuran yang lewat didepan rumah saja tidak kuat, apalagi untuk membeli sesuatu ke warung.

Nah, lalu untuk belanja segala kebutuhan harian yang perlu dibeli ke warung, seperti gula pasir, teh, sabun dan lain-lain “terpaksa” suami saya yang pergi ke warung.

Apa yang terjadi ? Terdengar desas-desus bahwa saya tidak menghormati suami, karena selalu menyuruh-nyuruhnya ke warung. Suami saya layaknya pembantu saja. Ya Allah, ampuni hamba. Sedih rasanya merasakan tuduhan yang tidak benar. Mereka, para tetangga yang menuduh saya seperti itu tentu tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Dulu, saat saya belum sakit, suami saya, saya perlakukan bak seorang raja. Semua pekerjaan rumah dari a hingga z saya urus dengan sebaik-baiknya. Beliau tak pernah capek, apalagi sampai ke warung atau buang sampah, karena dulu ekonomi saya masih baik, masih bisa menggaji pembantu rumah tangga, sehingga segala pekerjaan saya kerjakan berdua dengan pembantu rumah tangga. Hanya untuk pekerjaan yang tak bisa saya tangani dengan pembantu terpaksa minta tolong suami untuk mengerjakannya.

Namun setelah saya lama sakit, ekonomi jadi terpuruk, kami banyak hutang, sehingga tak mampu lagi menggaji pembantu lagi.

Mulailah kehidupan sehari-hari berbalik seratus delapan puluh derajat. Suami yang tadinya tak pernah capek, semenjak saya sakit, segala pekerjaan beliaulah yang menyelesaikannya terutama untuk urusan keluar rumah, apapun itu.

Yang ke warunglah, yang nyucilah, yang buang sampahlah. Untuk tugas yang ringan-ringan seperti mencuci piring, menyapu dan membersihkan rumah saya tugaskan pada putri saya, karena waktu itu putrid saya masih kecil, masih SD.

Ketika sakit saya masih bisa masak. Namun tidak bisa sekali selesai. Menyiangi masakan, lalu istirahat tiduran. Bangun lagi untuk membuat bumbu, lalu tiduran lagi. Kalau dirasa berkurang capeknya, tahap terakhir baru memasak sayuran diatas kompor. Itupun harus ditunggui, karena tiba-tiba saya bisa merasa gemetaran mau pingsan, nah kalau sudah begitu masakan langsung saya cicipi sudah pas bumbunya atau belum, langsung diturunkan oleh suami saya.

Saya tidak kuat menurunkan masakan dari atas kompor. Jika saya paksakan maka lambung akan terasa sakit sekali, dan berhari-hari bahkan berminggu-minggu sakitnya sulit hilang.

Ketika maag kita sakit lama tak sembuh-sembuh, kita banyak berkorban perasaan. Karena kita tak dapat melakukan berbagai aktifitas sebagaimana orang-orang lain. Bahkan tak bisa memenuhi undangan ataupun bersilaturahmi. Ini yang membuat saya sedih sekali.

Jika ada undangan pernikahan misalnya. Saya tak dapat menghadirinya karena memang kondisi lambung tak memungkinkan untuk bisa datang. Rasa hati sungguh sedih. Tentu ada rasa sangat tak enak kepada kenalan kita yang punya hajat. Tentu tak mungkin kita menyampaikan secara detail kepada setiap orang bahwa orang sakit maag ini rasanya begini dan begitu. Ada rasa serba salah dalam diri, sepertinya kita menganggap tak penting undangan itu. Ya Allah…

Demikian pula jika ada saudara yang dirawat dirumah sakit, aduuh…batin ini seperti diiris-iris sedihnya. Tidak nengok bagaimana, mau nengok benar-benar tidak bisa karena untuk berjalan saja sakit hingga terbongkok-bongkok. Hal ini yang membuat saya merasa terejek jika ada yang datang kerumah dan menanyakan :”Bu..Bu Nien sudah bezuk putranya Pak Edo belum? Kan kemarin baru saja kecelakaan naik motor…kasihan sekali lho Bu”

“Belum Bu…karena saya belum sehat” Kata saya.
“Lah…padahal semua sudah bezuk lho Bu, mbok diperlukan sebentar Bu” Ya Allah, meski saran itu sangat bagus, namun rasanya sungguh menyayat ditelinga, seolah saya ini orang yang sangat tidak peduli pada penderitaan tetangga.

Demikianlah gambaran apa yang pernah saya alami ketika saya sakit maag bertahun-tahun dulu, banyak yang mengejek, memfitnah, meremehkan, bahkan mencibir kondisi saya. Mereka tidak percaya bahwa saya benar-benar sakit. Dikiranya saya hanya malas, alasan, tidak acuh dan egois.

Nah setelah berat badan saya yang tadinya 56 kilogram lalu menjadi hanya 31 kilogram dan terkapar benar-benar tak bisa  bangun, baru mereka percaya bahwa saya sungguh-sungguh sakit sejak lama sebelumnya.

Bersabarlah Sahabat, jika Anda mengalami seperti apa yang pernah saya alami. Dengan kesabaran, serta istikomah didalam berdoa, insya Allah kita akan memperoleh akhir yang indah dari penderitaan.Yuk tetap semangat dan penuh harap untuk sembuh !!!

Salam Sehat Selalu,
NiniekSS
Labels: Renungan

Thanks for reading Sedihnya Banyak Orang Mengejekku. Please share...!

0 Komentar untuk "Sedihnya Banyak Orang Mengejekku"

Back To Top