SOLUSI SAKIT MAAG

Blog pengalaman sembuh sakit maag kronis | obat alami sakit maag | makanan sakit maag | cara sembuh sakit maag | pantangan sakit maag

http://solusi-sakit-maag.blogspot.com/2014/07/resensi-buku-rahasia-sembuh-sakit-maag.html

UNTUK MENJADI ORANG YANG SABAR PERLU PROSES


UNTUK MENJADI ORANG YANG SABAR PERLU PROSES

 
Bismillahirrahmanirrahiim… 

Salam Sejahtera Bagi Seluruh Alam, Puji dan syukur hanya kepada Allah Pemilik Seluruh Nikmat. Shalawat dan salam yang setulus-tulusnya semoga senantiasa tercurah atas Nabi Agung Muhammad Rasulullah SAW, bagi keluarga dan sahabatnya yang mulia serta para pengikut Beliau yang setia sampai akhir jaman. Aamiin. 

Pembaca Blog Yang Setia, dimanapun kalian berada…

Untuk Menjadi Orang Yang Sabar Perlu Proses. Emangnya sabar bisa terjadi tiba-tiba ? Tidak teman ! Kecuali banyak dipengaruhi oleh karakter dasar, untuk bisa menjadi orang yang sabar memang perlu proses. Membutuhkan waktu yang panjang, bukan saja satu dua hari atau sebulan dua bulan, namun perlu waktu tahunan.

Sabar bisa dilatih melalui peristiwa yang terjadi sehari-hari dari kehidupan kita. Mulai dari hal-hal yang kecil dulu, lalu merambah kepada hal-hal yang lebih besar, pada akhirnya tanpa kita sadari kita bisa sabar menghadapi masalah yang sangat besar. Apapun itu.

Sering, kita dihadapkan pada situasi atau permasalahan yang memusingkan otak, atau yang membuat kita naik darah atau emosi. Padahal kalau dikaji lebih jauh, persoalannya sebenarnya tidak sedahsyat sebagaimana yang kita pikirkan. Hal itu disebabkan karena sejak lama sebelumnya, kita terbiasa tidak pernah melatih kesabaran kita dengan kesadaran.

Jika kita memang sejak awal ingin menjadi orang yang sabar, kita memang harus bismillah menancapkan niat untuk latihan menjadi orang yang sabar. Dan ini sejak awal, harus disadari sebagai program yang hendak dijalani. 

Banyak orang mengatakan, bahwa saya ini orang yang sangat penyabar. Salah satu contoh, sejak menikah hanya sekali dicarikan nafkah oleh suami dan itupun hanya sebulan lamanya. Saya menjadi isteri yang tak dicarikan nafkah, sebagai tantangan untuk menjumputi kebaikan-kebaikan yang betebaran dalam kehidupan kami sehari-hari jika saya ikhlas menjalaninya, tanpa keluhan. 

Sementara orang diluar banyak yang membodoh-bodohkan saya mengapa mau bersuamikan orang pengangguran, terutama keluarga besar saya, dan bahkan keluarga besar dari fihak suami saya juga terheran-heran kepada saya. Apa sih kelebihan suami saya ?

Waktu itu, sebelum jadi suami saya, saya melihat bahwa beliau taqwanya luar biasa. Hanya beliau anak yang mau tinggal dirumah, untuk mengurus ibunya yang sakit-sakitan, tanpa masa depan ! Sekolah hanya lulus SMA, sementara kakak dan adiknya kuliah, beliau tak mau ketika disuruh kuliah oleh saudara-saudaranya yang mau membiayainya. Karena kasihan kepada ibunya, jika ia harus meninggalkan ibunya untuk kuliah, maka siapa yang akan mengurus ibunya nanti ?

Merasa ibunya tak mampu, dan suami saya tak mau merepoti saudara-saudaranya dan tak mau menjadi beban orang lain. Sehingga memilih untuk tinggal dirumah merawat ibunya yang sakit-sakitan. Karena sudah sepuh dan bapak beliau sudah wafat sejak lama, sejak suami saya masih kecil. Dan semua saudara-saudaranya satu persatu meinggalkan rumah untuk mencari masa depannya masing-masing. Kasihan kalau tak ada yang mau merawat ibu.

Itulah satu-satunya alasan saya menerimanya sebagai suami saya, yang usianya 15 tahun lebih muda dari saya, dan yang pengangguran. Saya menikah dengan suami yang pengangguran, tanpa keahlian apa-apa, tak ada keraguan sedikitpun. Karena suami saya mempunyai bekal ketaqwaan yang lebih dari cukup untuk menjalani hidup ! Lain-lainnya adalah nomer ke sekian meskipun juga penting. Dan itu bagi saya adalah karunia yang luar biasa diberi seorang suami yang penuh taqwa.

Soal suami yang pengangguran ini, sayapun menerimanya dengan bersyukur, karena saya melihat ladang kebaikan yang terhampar dihadapan pernikahan kami. Subhanallah. Tiap hari dari kehidupan kami, dihamparkan beribu kebaikan untuk saya, karena saya diberi kesempatan oleh Allah untuk menjolok rejeki setiap harinya hingga saat ini. Setelah saya diberi uang oleh Allah, baru saya belanja, memasak, serta menghidangkannya untuk suami dan anak, dengan penuh syukur, dan memohon keRidoanNya agar semua apa yang saya lakukan menjadikan Ridho bagiNya. Sambil menahan sakit selama bertahun tahun !

Kalian tahu kan ? Bahwa sakit maag kronis atau gerd tidak selamanya berbaring tak bisa bangun dari tempat tidur. Ya masih bisa jalan-jalan dan beraktifitas seperti layaknya orang sehat. Namun jika kambuh tak bisa ngapa-ngapain. Benar-benar lumpuh dari segala aktifitas.

Saya tidak tahu apakah saya ikhlas menerima keadaan saya selama ini atau tidak ? Yang saya tahu saya menjalaninya ini tak pernah terbeban. Saya justru sangat bersyukur mendapat peluang emas untuk setiap hari bisa menabung kebaikan untuk keluarga, bisa berbuat sesuatu. Bisa membuat keluarga selalu bahagia tak pernah terlantar. Meskipun kami selalu kekurangan.

Apakah kesabaran ini datangnya tiba-tiba ? Ya gaklah. Saya tak punya pembantu. Jika saya sedang kambuh, ada lantai belum disapu, ada cucian piring masih berantakan, meskipun dalam hati risih melihatnya, saya diam dan tak pernah menyalahkan suami. Saya berharap jika nanti kambuhnya sudah lerai, insya Allah akan saya sapu lantainya, dan akan saya cuci piringnya.

Dan benar, setelah merasa agak reda kambuh saya. Saya akan segera bangun dari tempat tidur, perlahan-lahan mengambil sapu lalu menyapu sedikit demi sedikit semampunya. Bisa menyapu satu rumah yang berukuran 54, 5 periode. Pertama kali nyapu teras, berhenti lalu tiduran lagi karena nafas terengah-engah. Setelah baikan bangun lagi menyapu ruang tamu lalu tiduran lagi karena keringat dingin dan jantung berdebar-debar.

Suami saya sudah menasehati saya agar tak usah menyapu. Nanti beliau yang akan menyapu. Tapi saya tetap berusaha untuk menyapu walau sepotong-sepotong. Lalu, setelah teras dan ruang tamu saya sapu dan tidak bersih, maka sisanya suami sayalah yang akan meneruskannya seluruh rumah.

Lalu sayapun beranjak untuk mencuci piring dan gelas yang berantakan. Suamipun melarang saya untuk jangan mencuci piring. Saya mengatakan :”Tak apa-apa Abah, pelan-pelan bisa kok”. Nah kemudian sayapun mencuci piring dengan duduk dan perlahan-lahan. Alhamdulillah pelan namun pasti selesailah urusan mencuci piring, dan suami saya yang meletakkannya di rak piring, karena saya kalau mengusung yang berat-berat lambung langsung sakit dan jantung berdebar-debar.

Begitulah kehidupan kami sehari-hari. Kami menyadari, bahwa kehidupan keluarga adalah milik kami sekeluarga. Suami, isteri dan anak. Jadi jika ada pekerjaan apapun ya ini pekerjaan kami bertiga. Bukan pekerjaan suami saja, bukan pekerjaan isteri saja dan bukan pekerjaan anak saja. Sehingga jika ada sesuatu yang harus dikerjakan, ya menenggang siapa yang bisa mengerjakannya. Tentu sesuai kapasitas tanggungjawabnya masing-masing.

Entah itu menyapu lantai, mencuci baju, mencuci piring, belanja ke warung atau memasak. Untuk pekerjaan belanja ke warung, dulu, karena untuk jalan ke warung lambung selalu sakit, maka sampai sekarang suamilah yang belanja ke warung. Saya dan anak mengurus pekerjaan lain. Apalagi sekarang anak sudah kuliah di Yogya, sehingga tinggal kami berdua, sehingga lebih santai, tidak kemrungsung memasak untuk bekal anak ke sekolah, seperti dulu ketika anak masih dirumah.

Saya selalu menanamkan kebersamaan dalam keluarga, keterbukaan dan saling mengingatkan, serta demokrasi. Bukan hanya orang tua yang harus mendidik anak dengan menasehati serta mengingatkannya apabila anak bersalah. Kami juga memberi ijin kepada anak untuk mengingatkan orang tua, jika kami memang salah.

Pernah suatu hari saking capeknya saya ketiduran hingga jam 1 siang belum shalat dhuhur, lalu putri saya dengan perlahan membangunkan saya. Disini ada perhatian dan disini ada rasa tanggungjawab dari putri saya, tidak masa bodoh.

Pada ketika yang lain, suatu saat ada seorang ibu tetangga bertandang, ibu ini hobbynya adalah menggosip. Sepertinya tak ada hari tanpa menggosip. Jujur, sebenarnya saya tidak suka kalau ibu ini bertamu kerumah saya, karena pasti kedatangannya adalah untuk mengabarkan gossip terbaru. Ya Allah…tapi tak mungkin kan mengusir tamu ?

Benar juga, akhirnya kedatangannya memang untuk menggosip. Saya sudah tak tahan dengan apa yang dibicarakan. Tapi mau memotong gossipnya saya belum menemukan cara, karena ibu ini temperamennya sangat tinggi, tersinggungan dan suka menebar fitnah. Rupanya putri saya dari dalam kamar yang berdekatan dengan ruang tamu,  juga mendengarkan apa yang digossipkan oleh ibu tetangga tadi. Putri saya juga merasa risih mendengar apa yang digossipkan oleh ibu tetangga tadi. Saking tdak tahannya ia keluar dari dalam kamar dan bilang :”Umi, nuwun sewu dik Adin mau matur sebentar” ( Maaf Umi, Dik Adin mau bicara sebentar ).

Lalu sayapun beranjak dari ruang tamu menuju kekamar putri saya. Ia bilang :”Umi, banyak mudharat dan dosanya mi, biar ibu itu segera pulang, Umi ngendika aja minta maaf bahwa Umi harus menyelesaikan tulisan, supaya tidak menyinggung ibu itu”.

Wah usul yang cerdas ! Lalu saya keluar dari kamar. Namun tidak serta merta saya sampaikan usulan putri saya itu, ya ada beberapa menitlah supaya tidak kentara sekali kalau kami baru saja berembug bagaimana menghentikan pergunjingan ini.

Akhirnya saya melakukan usulan putri saya itu :”Bu, mohon maaf, pagi ini saya harus menyelesaikan artikel, tak sambi ya, soalnya sudah pada ditunggu sama pembaca”. “Oh ya gak papa, maaf saya mengganggu pagi-pagi, kalau begitu saya pamit aja ya ?” Pucuk dicinta ulam tiba. Ibu tetangga yang suka nggosip itupun pulanglah.

Putri kami keluar dari kamar dan kami “Tost” untuk cara manis yang baru saja saya lakukan. Begitulah salah satu contoh kebersamaan, kerjasama, bentuk perhatian serta saling mengingatkan diantara kami. Sehingga bisa tercapai keharmonisan dalam hidup.

Kesabaran perlu dilatih sejak dini. Dulu waktu kami masih kecil, masih duduk di bangku sekolah dasar, sering dipulangkan lebih awal jika pak Guru atau Bu Guru ada acara mendadak. Misal rapat, takziah atau ada urusan yang lain.

Nah jika pulang awal misal jam 10 pagi tentu belum ada masakan yang mateng, karena dirumah tak ada pembantu, ibu mengajar SD belum pulang dan belum masak. Maka jika saya pulang awal, tidak menggerutu. Mencari apa saja yang bisa dimasak untuk mengganjal perut. Biasanya saya mencabut singkong yang saya tanam sendiri dan sudah berbuah. Saya kukus di luweng, tempat memasak dengan kayu bakar. Hanya sebentar, tak sampai ¼ jam singkongnya telah masak. Kebetulan singkongnya mempur sekali. Waah enak sekali lapar-lapar makan singkong kukus hangat. Ini juga merupakan latihan kesabaran bagi saya, yang waktu itu masih kecil. Menahan lapar, dan berusaha untuk memasak makanan sendiri.

Lalu, terkadang saya berusaha memasak sayuran yang ada dengan tangan kecil saya, entah ongseng-ongseng kacang panjang dan menggoreng tempe, sebisanya. Sehingga ketika ibu pulang mengajar jam 1 siang sampai dirumah, ibu sering terkejut dan memuji saya :”Pinter ya kamu Niek, tidak disuruh, ngerti masak”. Nampak rasa bersyukur tergambar pada wajah ibu. Seneeeeng banget rasanya melihat wajah ibu yang tersenyum ceria. Itulah saya. Senang melakukan hal yang kecil-kecil untuk menyenangkan orang lain he he.

Ini adalah termasuk latihan kesabaran sekaligus membahagiakan orang lain. Dan kebiasaan ini terbawa hingga tua. Belajar sabar, selalu bersyukur serta senang kalau bisa membahagiakan orang lain. Termasuk menulis di blog ini adalah karena saya senang jika bisa membahagiaan kalian dengan apa yang saya tahu dan apa yang saya mampu tentang kesembuhan sakit maag dan gerd. Ya sebisa-bisanya dan semampu-mampunya.

Kesabaran bukan hanya perlu dilatih dan melalui proses yang memakan waktu, namun kesabaran juga perlu pupuk. Pupuknya adalah iman kepada Allah. Falsafah Jawa mengatakan "Wong sabar bakal luhur wekasane". Orang sabar bakal mulia dikemudian hari. Dan falsafah ini saya pegang teguh sejak saya masih kanak-kanak hingga sekarang.

Karena dikemudian hari saya selalu merasakan ada kedamaian yang menyejukkan setiap kita mampu bersabar. Dan buah dari kesabaran bukan saja kemuliaan namun juga manis pada akhirnya. Nanti ya insya Allah akan saya tuliskan buah dari kesabaran, mudah-mudahan ada panjang umur saya, dan ada Ridho Allah untuk menulisnya. Aamiin.

Ketika sakit perlu sabar ? Ya bangetlah !

Banyak hal-hal yang membuat kita tidak sabar ketika kita sakit. 

Antara lain :          

  • Tak sabar untuk sembuh. Nah semakin kita tak sabar menerima sakit, biasanya justru kita akan jauh dari kesembuhan.
  • Tak sabar untuk beraktifitas. Jika kita sedang sakit, biasanya kita tak sabar untuk bisa segera mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kita yang terbengkalai karena sakit. Jika kita tak bisa bersabar, maka yang semestinya kita sudah hampir sembuh, karena memaksakan diri untuk bekerja, maka kita tak jadi sembuh lagi.
  • Tak sabar menghadapi sikap orang-orang disekitar. Seringkali orang-orang di sekitar kita, terutama keluarga kita, tak bisa merawat serta memberi perhatian yang sesuai dengan kebutuhan kita. Memasak yang tak cocok, menghidangkan makanan yang tak aman. Sudah tahu kita sakit maag tak bisa makan nasi keras, ya masak nasinya keras melulu. Sudah tahu orang sakit maag tak boleh makan pedas dan bersantan, jika nyayur selalu pedas dan bersantan, tanpa menyediakan masakan yang aman bagi kita yang sedang sakit maag. Apapun kondisinya kita tetap harus belajar sabar. Untuk solusinya, kita bisa memohon kepada yang menyiapkan masakan untuk kita, agar lain kali supaya makanan untuk kita yang tidak bersantan dan tidak pedas. Tentu dengan sikap dan kata-kata yang halus, agar mengenakkan hati.
  • Tak sabar menghadapi sikap suami atau isteri. Misal saja isteri yang kurang pengertian ketika suami sedang sakit maag, tidak berangkat bekerja, hanya berbaring ditempat tidur lalu diomel-omeli, “mbok kerja cari duit. Gak tidar tidur melulu dirumah”. Jika kita mempunyai isteri yang seperti ini, doakan istri kita agar oleh Allah diberi kasih sayang dan menghormati suami.
  • Atau sebaliknya, jika mempunyai suami yang pemarah. Misal karena isterinya sedang kambuh maagnya, seharian tak bisa ngapa-ngapain. Tadi ketika suaminya berangkat kerja, isteri masih baik-baik saja, eh tengah-tengah nyuci baju anak-anak tiba-tiba perutnya terasa sakit bukan main, padahal nyucinya belum selesai, jadi ya terpaksa ditinggal saja. Nah sampai suami pulang belum ada masakan dirumah, lantai belum disapu, dan cucian masih ngedabruk belum dicuci. Lalu melihat rumah yang berantakan suami pulang-pulang tak dapat duit, akhirnya isteri yang jadi sasaran. Marah-marah. Untung tak main pukul. Bersabarlah wahai kaum isteri, doakan suami kalian agar menjadi suami yang sabar, penuh pengertian dan takut akan Allah. Dan tak perlu membantah suami. Katakan dengan baik-baik dan meminta maaf, bahwa diri kita sedang kambuh maagnya sehingga tak bisa ngurus rumah tangga.
  • Perasaan-perasaan tertekan seperti inilah yang sering dialami oleh penderita maag yang mempunyai suami dan isteri yang tak mempunyai pengertian dan perhatian. Nah jika menerimanya dengan tak sabar, bisa menyebabkan sakit kita tak akan sembuh-sembuh. Jadi belajarlah bersabar dalam segala hal.
  • Tak sabar berobat. Banyak diantara kita yang tak sabar menjalani berobat. Berobat juga perlu bersabar. Bersabar rutin minum obatnya. Bersabar menjalani reaksi dan menunggu hasilnya. Bersabar dan tekun berdoa memohon kesembuhan kepada Allah SWT. Bersabar menunggu hasil doa-doa kita. Dan belajar bersabar memahami setiap hakekat peristiwa. Sehingga kita tidak selalu menyalahkan orang lain apalagi menyalahkan ketetapan Allah.
Banyak orang yang tidak sabar dalam berobat. Maunya minum obat sekali langsung sembuh. Jika diminum sekali belum ada perubahan, langsung berhenti dan berganti mencoba dengan obat yang lain. Padahal, jika yang diminum adalah herbal, maka akan selalu ada detoxnya, dan ketika detox muncul, merasa bahwa obatnya tidaklah cocok, karena dipikirnya minum obat ini kok badannya tambah tidak enak. Jika seperti ini berlangsung terus menerus maka hampir bisa ditebak, kita akan jauh dari kesembuhan karena tidak tekun dan tak sabar dalam berobat !

Sebenarnya obat yang paling manjur jika kita sedang sakit adalah bersabar dan bersyukur, serta berharap pada keRidhoan Allah. Obat, dokter, segala macam terapi hanyalah lantaran atau alat yang dipakai oleh Allah dalam ikhtiyar kita.

Demikian tentang UNTUK MENJADI ORANG YANG SABAR PERLU PROSES, dan betapa perlunya bersabar untuk kesembuhan. Semoga artikel ini bermanfaat ya ?
 
Terima kasih untuk kunjungan Anda di blog ini. Semoga kebaikan Anda mendapat balasan keberkahan yang luas dari Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal'alamiin...

Alhamdulillahirabbil’alamiin.
 
Purworejo, 21 Februari 2023
 

Salam Penulis,
NiniekSS
Labels: Tips

Thanks for reading UNTUK MENJADI ORANG YANG SABAR PERLU PROSES . Please share...!

0 Komentar untuk "UNTUK MENJADI ORANG YANG SABAR PERLU PROSES "

Back To Top