SOLUSI SAKIT MAAG

Blog pengalaman sembuh sakit maag kronis | obat alami sakit maag | makanan sakit maag | cara sembuh sakit maag | pantangan sakit maag

http://solusi-sakit-maag.blogspot.com/2014/07/resensi-buku-rahasia-sembuh-sakit-maag.html

Bertakziah Ke Ibunda Sahabat

Bismillahirrahmanirrahiim… 

Salam Sejahtera Bagi Seluruh Alam, Puji dan syukur hanya kepada Allah SWT. Pemilik Seluruh Rahmat dan Karunia. Shalawat dan salam yang setulus-tulusnya semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Agung Muhammad Rasulullah SAW, bagi keluarga dan sahabatnya yang mulia serta para pengikut Beliau yang setia sampai akhir jaman. Aamiin. 

Pembaca Blog Yang Setia, dimanapun sahabat berada…

Mudah-mudahan hari ini kalian semua sudah lebih sehat dari hari-hari kemarih yaa ? Itulah doaku tiap-tiap waktu untuk kalian semua, yang kunaikkan kepada Allah Yang Maha Mengasihi dan Maha Menyayangi kita semua. Tanpa kecuali. Agar kita semua diampuni dosanya. Bagi kalian yang belum sembuh agar diberiNya hidayah kesabaran, kekuatan sehingga mampu menjalani hari-hari dengan ketawakkalan. Aamiin.

Maksudku, ada kasih sayang Allah yang diperuntukkan untuk seluruh alam dan seisinya, namun ada kasih sayang Allah yang hanya diberikanNya kepada insan-insan yang taat kepadaNya. Kita hendaknya bisa meraih kasih sayang kedua-duanya. Ya kasih sayang yang betebaran dialam raya, ya kasih sayang Allah karena kita taat kepadaNya.

Alam raya seisinya yang terhampar dihadapan kita, yang Allah peruntukkan bagi kemaslahatan hidup para makhluk termasuk kita manusia, adalah hamparan kasih sayangNya. Semua diciptakanNya dalam keserasian, keseimbangan, yang sangat sempurna !

Ada bumi, ada langit, ada daratan, laut, udara, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia, adalah sebuah kesatuan kesempurnaan yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Dan semuanya mempunyai aturan masing-masing, yang Allah berikan dalam bahasa masing-masing yang dipahami oleh masing-masing ciptaanNya pula. Agar mereka semua termasuk kita bisa meraih kebahagiaannya dalam kehidupan.

Dalam tatanan ekosistem semuanya saling berkait. Benar-benar masing-masing tak boleh egois mementingkan kehidupan diri sendiri, namun harus senantiasa menenggang kepentingan yang lainnya.

Salah satu contoh, menebang hutan sembarangan bisa menyebabkan banjir. Siapa yang menanggung kerugian kemudian ? Orang lain bukan ? Hal yang sangat sepele, membuang sampah sembarangan pada lokasi yang padat pemukiman seperti di ibukota, Jakarta, juga akan menyebabkan tersumbatnya gorong-gorong, sehingga di musim hujan akan bisa menyebabkan banjir, yang menyengsarakan seluruh penghuninya.

Namun masyarakat susah untuk diajak sadar demi kepentingan bersama. Yang disalahkan dari jaman ke jaman selalu saja pemerintah yang tak becus ngurus rakyat  dan negara ! Semestinya pemerintahan yang baik akan terselenggara jika masyarakatpun mempunyai akhlak yang baik pula. Jadi sejak awal harus ada kerjasama kearah terbangunnya kondisi negara yang kuat, antara rakyat dengan kepala pemerintahan melalui system birokrasi yang bersih dan berwibawa pula.

Nah ada lagi contoh kerja yang sembarangan yang tak memperhatikan ekosistem ataupun kepentingan orang lain, sehingga menyebabkan ratusan ribu warga menderita. Lapindo Brantas. Sistem pengeboran yang kurang memenuhi standard pengeboran menyebabkan kebocoran pipa sehingga gas didalam tanah tertekan keatas permukaan bumi. Disadarkan bahwa ini merupakan kesalahan tehnis dalam pengeboran, tak mau menerima juga, eh malah menyalahkan gempa yogya yang menjadi penyebab kebocoran pipa. He he..sudah salah masih menyalahkan Allah pula, heran..heran ! Inilah manusia yang selalu tak mau interospeksi, dan selalu menyalahkan fihak lain.

Kita jangan demikian ya ? Kita sakit, so PASTI itu kesalahan kita, bukan kesalahan orang lain, dan jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan yang tak adil ! Marilah secara perlahan namun pasti, kita mohon ampunan Allah, mohon bimbinganNya agar kita segera bisa mengenali dosa-dosa serta kekhilafan-kekhilafan kita, lalu taubatan nasuha, lalu Allah ampuni dosa kita, lalu sembuhlah semua sakit penyakit kita, dan endingnya kita bahagia dunia dan akherat kita Oke ?

Sahabat-sahabatku sakit maag dimanapun kalian berada…

Kali ini saya ingin cerita ringan tentang perjalanan takziah yang saya lakukan pada hari minggu kemarin tanggal 22 Nopember 2015. Dimana dalam sehari itu saya temukan suka, duka, dan juga hikmah.

Hari Sabtu, sehari sebelumnya, saya mendapat sms dari sahabat saya dik Iwan, bahwa hari itu ibunda dari Mbak Sri sahabat saya dan sahabat kami semua telah berpulang ke Rahmatullah pada dini harinya. Kami diminta meneruskannya ke ikhwan di Purworejo. 

Rumah duka berada beberapa puluh kilometer diatas bukit diutara kabupaten Kebumen. Jalannya sempit meskipun sudah diaspal kasar. Naik terus berkelok-kelok, terkadang disebelah kanan atau kirinya melalui jurang yang cukup terjal. Jika berpapasan mobil dengan mobil, masih bisa siih..tapi salah satunya harus mengalah menepi dulu supaya yang lainnya bisa lewat.

Sebelumnya, dulu banget, saya pernah diajak sekali oleh Mbak Sri kerumah ibundanya ini. Naik motor. Pantat saja sampai pegel nggoncengnya karena saking jauhnya, dan jalannya kasar banyak lubangnya. Saya masih inget. Sesudah dari sana maag saya kambuh berat hingga berbulan-bulan. Benar-benar berat penderitaannya. Oleh karena itu berkali-kali saya berpesan kepada teman-teman, kalau tidak perlu sekali jika maagnya masih sakit, tak usah naik motor dululah.

Ketika mendengar berita duka itu, saya langsung lemes. Walaupun bertemu dengan ibundanya mbak Sri baru sekali, namun ada kesan yang teramat mendalam kepada beliau.

Sosoknya sangat ramah. Ketika menerima kedatangan saya yang pertama kali, dulu, kelihatan sangat gembira. Tempat tinggal saya dengan rumah beliau lain kabupaten. Satu jam jarak tempuh naik bus. Belum masuknya kerumah beliau diatas bukit. 

Beliau memang sudah sakit-sakitan sejak lama. Waktu saya kesana, juga kelihatan sudah rapuh kesehatannya. Meskipun jalannya sudah cukup susah, beliau masih tergopoh-gopoh menyambut saya. Menyuruh pembantu untuk membuatkan minuman dan pisang kapok kuning yang digoreng dengan tepung terigu.

Meskipun saya juga sering membuat pisang goreng tepung dirumah, rasanya makan pisang goreng tepung dirumah ibunda ueenak sekali. Perut lapar habis terguncang-guncang motor, diudara pegunungan yang sangat sejuk, membuat nafsu makan jadi bangkit. Saya yang jarang makan apa saja lebih dari satu potong, eh tanpa nyadar disini bisa habis 2 potong pisang sekali makan. Aah kalau inget sungguh memalukan sekali diriku ini.

Rasanya masih kenyang ketika kemudian saya dipersilahkan beliau untuk makan siang. Dengan sayur lodeh labu siam campur daun so dengan santan yang tak begitu kenthal dan Lombok yang hanya seuprit. Dan lauk ayam goreng entah membeli dimana, kalau menyembelih ayam sendiri jelas tak mungkin, karena waktunya yang sangat singkat ketika menghidangkannya. Meskipun masih terasa kenyang tak tega untuk menolak tawaran beliau. Apalagi sayur lodehnya sangat mengundang selera.

Nah akhirnya, makanlah saya dengan mbak Sri. Beliau ibunda ikut menungguin duduk disamping saya. Berkali-kali mempersilahkan agar saya tak malu-malu makannya. Bahkan mengambil mangkuk sayurnya menambahkannya ke piring saya, juga ayam gorengnya. Waduh..padahal saya tak begitu suka dengan ayam goreng. Bagaimana ini ? Untung mbak Sri tanggap. Tak menegur keramahan ibunya, tapi langsung mengambil ayam goreng yang baru saja diletakkan oleh ibunya dipiring saya.

Rasa kasih sayang serta kecintaan yang mendalam pada diri ibunda itulah yang sangat terkesan di hati saya. Sayang tempatnya sangat jauh dan sulit dijangkau, seandainya dekat, tentu saya akan sering sowan silaturahmi kerumah ibundanya mbak Sri ini.

Menuju kerumah almarhumah tak ada kendaraan umum. Jadi harus naik mobil sendiri atau naik motor. Ketika mendengar berita duka ini, mengapa saya langsung lemas. Pertama juga karena merasa sangat kehilangan beliau, dan pikiran membayangkan mau naik apa kesana dan dengan siapa temannya ? Karena jalan menuju kesana saya sudah lupa. Jalannya tidak ada namanya. Masuknya dari arah mana ? Karena jalan pedesaan menurut perasaan saya semua hampir sama. Berkelok kelok dan kanan kirinya penuh pohon-pohonan. Mau bertanya kepada mbak Sri, tak mungkinlah. Mereka sedang dalam suasana duka. Ya Allah.

Akhirnya saya punya idée untuk mengajak Ibu Zakaria takziah kesana. Yaa..hari sabtunya Pak Kyai Zakaria ada jadwal mengisi pengajian, yang tak mungkin dibatalkan.

Akhirnya Pak Kyai Zakaria mengusulkan untuk takziah pada hari minggunya, karena hari sabtunya darurat, tak bisa meninggalkan pengajian.

Kebetulan putri saya Adin sedang pulang. Ia saya ajak untuk takziah tidak mau, karena banyak tugas yang harus diselesaikan. Hari seninnya harus ditumpuk. Jadi ia lebih berat tugas kampusnya daripada ikut takziah. Ya sudahlah tak mengapa. Pagi-pagi sudah saya persiapkan bekal untuk dijalan, dan untuk anak saya dirumah. Kasihan. Kalau sudah menggarap tugas tak ada waktu untuk menyiapkan sendiri makanan. Jadi terpaksa uminya yang harus repot.

Enak sekali melakukan perjalanan luar kota pagi-pagi jam setengah tujuh. Udara masih segar dan jalan belum terlalu banyak polusi. Apalagi setelah lepas dari jalan raya, berbelok menuju jalan desa yang menuju ketempat duka. Cahaya matahari pagi yang ramah menyinari ladang penduduk, menerobos pepohonan hutan rindang dikanan kiri jalan, menimbulkan nuansa tersendiri dalam hati.

Mau masuk kejalan desa, hanya bertanya sekali kepada penduduk sudah pada tahu rumahnya mbah Mantan, suami almarhumah, yang terkenal sebagai kesepuhan desa, mantan lurah desa yang rupanya sangat disegani. Subhanallah. Betapa bedanya kehidupan di desa dan di kota. Di desa, jarak berkilo-kilometer orang sudah sangat saling mengenal. Namun dikota-kota besar seperti Jakarta, nama tetangga sebelahnya saja terkadang tidak tahu.

Di desa, kalau kita sakit, dari mana-mana berbondong-bondong orang datang menjenguk hilir mudik tak henti-henti. Rumah jadi ramai tamu serta penuh sembako serta segala macam makanan hantaran tamu. Ya Allah. Subhanallah.
Ini, juga demikian. Di lembah bukit yang menuju rumah Mbah Manten bertanya kepada seseorang satu kali langsung mereka sudah tahu rumah mbah Manten yang berada diatas bukit paling atas. Betapa kentalnya hubungan masyarakat pedesaan. Sangat mengharukan !

Lalu kamipun laju naik keatas bukit. Di sepanjang jalan langka rumah orang. Di kanan kiri jalan hanya nampak pepohonan meranggas yang mulai menghijau kembali karena musim hujan sudah tiba. Jalan berkelok-kelok, cukup sempit, banyak lubang, dan terus menanjak. 

Berkali-kali bertemu dengan pak tani yang memanggul cangkul mau pergi keladangnya. Mereka selalu berhenti menepi sambil tersenyum ramah kepada kami yang berada didalam mobil. Dikanan kiri jalan tak ditemui sawah sepetakpun. Adanya ladang-ladang pohon sengon, yang batangnya berwarna putih, biasa untuk membuat bahan usuk rumah. Juga banyak semak pohon kunyit serta temulawak yang sepertinya tumbuh liar tanpa ditanam. Jika kami mau memintanya, tentu akan diberikannya dengan senang hati. Tak usah membelinya meskipun kami punya uang, mereka tak akan pernah mau menerima uang kita untuk harga serumpun kunyit yang kita inginkan. Itulah salah satu warna kehidupan di pedesaan. Serba ikhlas dan selalu ingin memberikan apa yang dimilikinya, kepada yang membutuhkannya.

Sepanjang perjalanan kami takjub dengan pemandangan indah yang kami lewati. Kali ini kami dan rombongan tidak melewati jalan yang dulu saya lewati bersama mbak Sri waktu kesini yang pertama kali. Kali ini melewati jalan yang lain. Rasanya jalannya lebih jauh dan jelek !

Setelah melalui perjalanan yang cukup membuat pegal badan, akhirnya sampailah kami kerumah duka. Mbak Sri dan keluarga tampak sangat terharu melihat kami bisa datang, meskipun terlambat, karena ibunda sudah dimakamkan kemarin siang. Benar-benar diluar dugaan bahwa saya bisa datang, bahkan dengan Pak Kyai Zakaria sekeluarga yang juga sudah dikenal oleh Mbak Sri. Mata kami berkaca-kaca ketika bertemu, ada duka, namun juga ada bahagia, bercampur jadi satu.

Dihalaman rumah yang tak begitu luas berjejer mobil-mobil putra putri almarhumah yang semuanya berjumlah 10 orang. Rupanya mereka belum beranjak pulang sebelum tiga harinya.

Setelah istirahat sejenak. Saya minta diantar ke pemakaman almarhumah karena dekat. Hanya berjarak 50 meter dari kediaman. Saya sangat terharu, ketika kami serombongan bisa mendoakan almarhumah di makamnya. Apalagi berkesempatan dipimpin oleh Pak Kyai Zakaria yang terkenal sangat makbul doanya. Subhanallah.

Selama mengamini doa pak Kyai, terlintas dalam hati saya, betapa rapuhnya hidup manusia. Jika sudah dikehendakiNya, semuanya inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Suami atau isteri, anak-anak tercinta, harta yang berlimpah sekalipun, kesenangan-kesenangan dunia. Semua harus ditinggalkannya dengan paksa. Semoga beliau diberikan ampunan oleh Allah SWT. atas segala dosanya, ditunjukinya jalan kembalinya, dan diberinya tempat yang baik disisiNya. Semoga beliau wafat dalam khusnulkhatimah. Aamiin.

Dan kita semua yang masih hidup, semoga bisa belajar pada setiap kematian saudara-saudara kita. Meneliti diri untuk mendapatkan mutiara hikmah yang sangat berharga bagi bekal menyongsong kehidupan yang sebenar-benarnya adalah di alam akherat.

Betapa beruntungnya ibunda sahabat saya, yang bisa didoakan oleh Pak Kyai Zakaria. Seorang Kyai yang begitu zuhudnya. 

Saya yang telah mengenal  beliau secara dekat, subhanallah belum pernah menemui seorang kyai yang tawadhuknya dan ikhlasnya seperti beliau. Kecuali beliau seorang hafidz juga beliau tidak makan yang dimasak dengan api, alias yang dikonsumsi adalah makanan mentah. Baik itu makanan atau minuman semuanya mentah !

Mau tau menu beliau setiap harinya ? Beliau pelaku puasa Daud. Namun jika sedang tidak puasa. Pagi-pagi sarapan beliau adalah tepung beras putih + susu sapi yang baru diperas + legen ( air nira yang menjadi bahan untuk membuat gula merah ). Tepung berasnya menggilingkan sendiri, karena kalau tepung beras yang sudah jadi dan dijual dalam bentuk yang sudah dikemas khawatir pengeringannya dengan system pengopenan. Lalu susu sapinya juga susu sapi yang baru saja diperah. Di tempat tinggal beliau dekat dengan tempat pemerahan susu jadi bisa setiap saat pesan susu sapi yang masih segar. Nira juga setiap kali pesan kepada penderes nira yang beliau percaya.

Menu itu dibuatnya 1 gelas besar untuk seharian. Artinya dalam sehari beliau hanya mengkonsumsi ya hanya segelas besar itu saja. Siang tidak, sorenyapun tidak. Siang seringnya konsumsi buah apa saja. Ada salak ya salak. Ada durian ya durian. Ada sawo ya sawo, ya pokoknya segala macam buah yang ada tanpa pilih-pilih.

Jika beliau diundang di suatu majelis pengajian untuk memberikan tausiyah, maka fihak  pengundang selalu berusaha menyediakan buah-buahan atau telor mentah. Dan para jamaah cukup snack seperti biasanya he he. Antik bukan ?

Mau tahu pula bagaimana tidur ala beliau ?

Lebih kaget lagi ketika beliau memberitahu saya bahwa tidur beliaupun tidak diatas kasur seperti kita. Namun di tempat tidur khususnya yang dibuat dari batu !

Karena penasaran, maka sayapun sowan ke kediaman beliau, untuk menyaksikan langsung tempat tidur beliau. Saya dengan suami saya, diperkenankan untuk masuk kedalam kamar tidur beliau untuk melihat tempat tidur beliau.

Mau tahu ?  Didalam kamar beliau, terdapat bangunan seukuran makam. Diatasnya ditata batu-batuan seukuran telor-telor puyuh ditebarkan diatasnya. Warna batunya semuanya putih. Dibagian ujungnya ditanam batu berbentuk gepeng rata seperti bantal kecil. Ketika saya tanyakan kepada beliau untuk apa kok ada batu besar gepeng itu ? Beliau menjelaskan bahwa batu itu memang berfungsi sebagai bantal ketika beliau tidur. Bahkan beliau berkenan mempraktekkan bagaimana beliau tidur diatas jajaran batu-batu itu

Saya tak bisa membayangkan bagaimana rasanya setiap malam tidur diatas batu-batu kecil dan berbantalkan sebuah batu besar. Dan posisi tidur beliau, konon selalu meneladani sikap tidurnya Kanjeng Nabi SAW. dimana miring kekanan dan muka menghadap kearah kiblat serta kedua telapak tangan ditangkupkan sebagai bantalan dibawah kepalanya. Subhanallah. 

Hari-hari beliau full untuk menggeluti Al Qur’an dan memberikan tausiyah dimana-mana. Itulah sekedar gambaran tentang Bapak Kyai Zakaria yang saya kenal.

Itulah mengapa saya merasa sangat beruntung, ketika saya mau takziah ke ibundanya mbak Sri, beliau Pak Kyai Zakaria berkenan takziah juga. Alhamdulillah..

Tak tega juga rasanya ketika saat kami dipersilahkan makan dikediaman ibunda mbak Sri, eh Pak Kyai Zakaria hanya makan mangga mentah diberi gula pasir, karena saking bingungnya Mbak Sri, beliau mau disediakan makanan apa ? Padahal Pak Kyai Zakaria kan tak makan gula pasir ? Ya sudah tak ada masalah, mangga mentahpun jadi, daripada beliau hanya melihat kami makan ?

Pulang dari rumah duka, kami tak sengaja melewati sebuah telaga. Tadi waktu mau pulang, ditunjukkan oleh mbak Sri agar melewati jalan yang ini saja. Karena jalannya lebih mulus. Eh bener juga. Mulusnya. Namun lebih ngeri, karena dikanan kirinya lebih banyak jurang menganga. Jika tidak hati-hati bisa celaka.

Ternyata telaga yang kami lewati, merupakan tempat rekreasi kabupaten kebumen. Ya sudah atas kesepakatan bersama, kami mampir di telaga itu. Sayang kan, sudah lewat jika tidak mampir? Tapi niat awal kami kan bukan untuk melihat telaga, tapi untuk takziah. Jadi itung-itung mampirnya di telaga ini adalah bonus dari Allah, diberi kesempatan melihat pemandangan yang sangat indah. CiptaanNya.. Allah Hu Akbar.

Kamipun tak sempat berlama-lama di telaga. Mengingat putri saya Adin sudah cukup lama ditinggal sendirian dirumah. Tapi tadi, di telaga, sempat selvi-selvi juga siih. Dan rencana hari ini Adin harus pulang ke yogya, karena besuk pagi ada kuliah pagi. Jadi pulangnya, Pak Kyai Zakaria agak ngebut untuk mengejar waktu agar Adin tak ketinggalan berangkatnya ke Yogya.

Eh, apa yang terjadi ? Ternyata Adin masih santai-santai. Tapi ia sewot, karena ternyata dirumah lampu mati sejak jam 10 pagi hingga saat kami sampai dirumah kira-kira jam setengah 3. Sehingga Adin tak bisa berbuat apa-apa untuk mengerjakan tugas kuliahnya.

Begitu capeknya sampai dirumah…Eh Pak Kyai Zakaria dan Ibu masih juga sempat menawari Adin dengan sungguh-sungguh untuk mengantarnya ke yogya dengan mobil yang dirental itu, subhanallah. Allah Hu Akbar. Demikian ikhlasnya hati beliau. Padahal jarak rumah kami ke yogya masih 1,5 jam perjalanan, pulang pergi kan 3 jam bukan ? Alhamdulillah Adin memutuskan untuk tak pulang sore itu ke yogya. Sungkan juga kan dengan Pak Kyai ? Kecuali itu Adin masih harus merampungkan tugasnya sebelum kembali ke kostnya besuk pagi.

Adin sangat rugi tidak ikut takziah. Rugi tidak mendapatkan pahalanya takziah. Rugi tidak ikut melihat telaga, rugi tidak ikut kebersamaan. Karena ia berfikir, jika ikut, khawatir tugasnya tidak selesai !

Itulah kerja otak ! Kadang-kadang sering berdampak buruk daripada baiknya. Allah menghendaki kami bertakziah, karena itu suatu kebaikan. Namun Adin lebih mengutamakan logika, mengerjakan tugas daripada takziah, khawatir tugas tak bisa selesai ! Nah hasilnya lebih baik mana mengutamakan kebaikan atau logika berpikir ?

Ini suatu pelajaran berharga yang bisa saya ambil dari seluruh cerita diatas. Seringkali dalam kehidupan sehari-hari kita lebih mengedepankan logika daripada suara hati yang merupakan tuntunan Allah. Pelit sedekah karena takut kebutuhan kita menjadi berkurang dan tak tercukupi ? Inilah logika. Tapi iman akan loss untuk bersedekah karena sangat yaqin bahwa rejeki adalah urusan Allah, dan Allah Maha Sempurna dalam mengurus urusan makhluknya jika kita mau berserah diri.

Dan ketika Pak Kyai Zakaria menawarkan untuk mengantar putri saya Adin ke yogya. Ada pelajaran keikhlasan dan bersegera menangkap peluang kebaikan karena semata mengharap keridhoan Allah belaka. Indahnya !!! Meskipun putri saya akhirnya memilih untuk pulang esok paginya.

Yuk, walaupun sedikit, kita belajar untuk selalu menangkap peluang kebaikan yang Allah tebarkan disekeliling kita setiap saatnya. Sampai jumpa pada artikel mendatang. Insha Allah. Jika ada khilafnya dalam tulisan ini mudah-mudahan Allah mengampuni saya, dan semoga Andapun mau memaafkannya. Lewat tulisan sederhana ini semoga Anda mendapatkan pencerahan. Amiin.

Alhamdulillahrirabbil’alamiin.

Salam Penulis,
Niniek SS
Labels: EDISI SPESIAL, Renungan

Thanks for reading Bertakziah Ke Ibunda Sahabat. Please share...!

0 Komentar untuk "Bertakziah Ke Ibunda Sahabat"

Back To Top